ICW: Dewan Terbiasa Terima Dana dari Luar
Pemerintah juga berkontribusi dalam memberikan dana ke Dewan.
Indonesia Corruption Watch menilai anggota Dewan Perwakilan Rakyat sudah terbiasa menerima dana lain di luar anggaran resmi parlemen. Kasus aliran dana Departemen Kelautan dan Perikanan merupakan salah satu bukti penerimaan dana di luar anggaran resmi. Itu yang merusak citra DPR, kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh kemarin.
Pernyataan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bahwa setiap pertemuan dengan DPR memerlukan uang, kata Fahmi, menjadi catatan penting. Sudah jadi rahasia umum, DPR menerima imbalan di luar anggaran resmi DPR, ujarnya.
Dua anggota DPR, Permadi dan Suryama, mengakui tudingan ICW itu. Menurut Permadi, anggota DPR sangat sering menerima uang yang tidak jelas sumbernya. Terutama panitia-panitia khusus yang berkaitan dengan keuangan, ujarnya. Permadi sendiri pernah mengembalikan amplop senilai Rp 5 juta dari Departemen Dalam Negeri saat membahas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh beberapa waktu lalu.
Menurut Suryama, pemberian uang juga kerap terjadi saat anggota Dewan melakukan kunjungan kerja ke daerah. Suryama mencontohkan saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Utara, Juni tahun lalu. Saat itu ia diberi uang Rp 15 juta, tapi dikembalikan.
Informasi banyaknya anggota Dewan yang menerima dana haram itu terungkap setelah pengacara bekas Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri, M. Assegaf, diperiksa Badan Kehormatan DPR pada Kamis pekan lalu. Di hadapan Badan Kehormatan, Assegaf membeberkan ada 30 anggota DPR yang diduga menerima dana nonbujeter dari Departemen Kelautan. Mereka sebagian besar merupakan anggota Komisi Kelautan DPR, yang semuanya berjumlah 51 orang.
Anggota Dewan, kata Fahmi, seharusnya tak menerima dana lain di luar anggaran resmi parlemen. Penerimaan dana lain menyebabkan daya kontrol Dewan menjadi berkurang dalam menghadapi berbagai hal yang diajukan pemerintah. Apalagi, kata dia, anggota parlemen sudah menerima gaji yang sangat besar. Sekitar Rp 40 juta, belum termasuk tunjangan. Kalau termasuk tunjangan, bisa mencapai Rp 60 juta, katanya.
Menurut Fahmi, salah satu sebab adanya penerimaan dana di luar anggaran resmi adalah timpangnya anggaran parlemen dengan anggaran pemerintah. Terutama anggaran pembentukan undang-undang. Walau anggaran sudah dinaikkan, tetap saja masih jauh dibanding (anggaran) pemerintah.
Pemerintah pun, kata Fahmi, juga berkontribusi dalam memberikan dana ke Dewan. Contohnya, masih ada pemerintah daerah yang mengalokasikan anggaran koordinasi vertikal. Dana ini digunakan jika ada kunjungan pejabat pemerintah pusat yang datang ke daerahnya, kata dia.
Menurut Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Gayus Lumbuun, rencananya Badan Kehormatan akan memanggil Sekretaris Jenderal, Kepala Biro Keuangan, dan Bendahara Departemen Kelautan periode Rokhmin Dahuri, Didi Sadili. Karena mereka yang bersinggungan langsung dengan dana itu, kata dia. Sedangkan Rokhmin, kata Gayus, akan dipanggil setelah itu. PRAMONO | YUDHA S | NUR ROCHMI | KURNIASIH
Sumber: Koran Tempo, 11 Juni 2007