ICW: DPR Tidak Mewakili Pemilihnya
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan keanggotaan DPR periode 2004-2009 tidak representatif atau tidak mewakili masyarakat pemilih. Pernyataan yang disampaikan kepada media pada Kamis (24/2) itu merupakan hasil kajian pemetaan parlemen yang dilakukan ICW terhadap DPR periode 2004-2009 baru-baru ini.
Dapat disimpulkan komposisi DPR RI periode 2004-2009 tidak cukup representatif, ujar koordinator ICW Luky Djani, yang didampingi tim riset ICW, Ibrahim Z. Fahmy Badoh, Febri Hendri, dan Affan Tojeng.
Dari kajian ICW ditemukan sebanyak 376 anggota DPR, atau sekitar 68 persen dari total anggota DPR sebanyak 550 orang, tempat tinggalnya (alamat rumah) tidak sesuai dengan daerah pemilihan yang diwakilinya. Sebanyak 65,41 persen anggota DPR tinggal di Jakarta. Padahal mereka mewakili sekitar 33 provinsi. Sisanya tinggal di Bekasi (8,02 persen), Tangerang (5,26 persen), Bandung (5,01 persen), Bogor (3,51 persen), dan Depok (3,01 persen). Baru kemudian Surabaya (3,01 persen) serta Medan, Semarang, dan Yogyakarta masing-masing sekitar 2,26 persen.
Sementara itu, dari sisi perolehan suara, hanya dua orang anggota DPR yang jumlah suaranya mencapai bilangan pembagi pemilih, yaitu dari Partai Keadilan Sosial dan Golkar. Sedangkan yang perolehan suaranya di bawah 20 persen mencapai 71,8 persen.
Dari sisi umur, 48 persen anggota DPR berumur di atas 50 tahun. Padahal populasi penduduk yang berusia di atas 50 tahun hanya 20 persen (berdasarkan sensus tahun 2000). Sedangkan dari jenis kelamin, perempuan yang merupakan 50 persen dari total jumlah penduduk Indonesia hanya terwakili 10,7 persen.
Selain menyoroti keanggotaan yang tidak representatif, ICW menyoroti pengelompokan (komposisi) anggota DPR di setiap komisi. Mereka menemukan, sebagian besar anggota DPR yang berlatar belakang pengusaha duduk di komisi-komisi yang menangani masalah ekonomi dan keuangan. Dapat diperkirakan mereka mau mendapatkan akses ekonomi, ujar Fahmy.
Namun, menurut anggota DPR dari Fraksi PAN yang juga Wakil Sekjen PAN, Hakam Naja, penilaian keterwakilan tidak semata dilihat dari persoalan material formal, tapi harus dilihat dari faktor kualitas keterwakilan. Faktor ini dapat dilihat dari sejauh mana orang tersebut membawa aspirasi masyarakat yang diwakilinya, komitmen terhadap daerah perwakilan, serta pengabdian pada daerah tersebut. Asalkan dia memiliki kekuatan emosional dan kultural dengan daerah tersebut, itu lebih jadi penentu dibanding tinggal di tempat asal suara, katanya.
Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif menyetujui pendapat Hakam. Menurut dia, komitmen anggota DPR tidak hanya dilihat dari daerah tempat tinggal dan daerah asal, tapi lebih dilihat dari hasil konkret kerja anggota Dewan dalam membawa aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Mengenai keterwakilan pengusaha dalam komisi bidang ekonomi, menurut Zaenal, itu tidak perlu dikhawatirkan. Saat ini kontrol semakin ketat, tidak hanya dari masyarakat, tapi juga dari fraksi dan anggota komisi. Dengan semakin banyaknya fraksi, kontrol juga semakin tinggi, katanya. sunariyah/yuliawati
Sumber: Koran Tempo, 25 Februari 2005