ICW Indikasikan Korupsi Haji Rp33 Miliar
DEPARTEMEN Agama diduga melakukan mark up biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) tahun 1426 H-1428 H. Dugaan ini didasarkan atas kajian Indonesian Corruption Watch (ICW) terhadap hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan BPIH tahun 2005, 2006, dan 2007.
Menurut ICW, besaran penggelembungan senilai total Rp33,2 miliar atau setara US$33 juta. Oleh karenanya, ICW meminta KPK segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan dalam penggunaan BPIH ini yang diduga melibatkan Menteri Agama Maftuch Basyuni dan anggota DPR RI.
Dalam jumpa pers di Gedung KPK, Selasa (9/8), ICW memaparkan temuan mark up dalam laporan keuangan BPIH meliputi biaya penerbangan, living cost, general service (maslahat amah), konsumsi Arafah-Mina (Armina), dan angkutan darat (naqobah).
Untuk perjamuan Armina misalnya, rata-rata uang yang dibayarkan jamaah haji sebesar SAR 20 sekali makan atau total SAR 300. Padahal, di negara lain seperti Filipina dan Thailand, biayanya SAR 10 sekali makan atau total SAR 150.
"Jamaah pun tidak banyak yang menggunakan fasilitas konsumsi karena dianggap kurang layak,” kata Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ade Irawan. Data ICW menunjukkan penyelenggaraan ibadah haji sebagai suatu pelayanan umat, setiap tahunnya cenderung tertutup dan tidak akuntable.
Akibatnya, biaya haji pun terus meningkat namun tidak diikuti dengan peningkatan kualitas. Ade juga menuturkan jika penurunan harga minyak dunia yang lalu semestinya diikuti dengan penurunan ongkos naik haji. Saat BPIH tahun 2008/1429 H ditetapkan Mei dan Juni 2008, harga minyak dunia mencapai titik tertinggi sebesar US$140 per barel.
Saat ibadah haji dilaksanakan harga minyak dunia mencapai titik terendah US$40 per barel. "Ini berarti terdapat selisih biaya sebesar rata-rata Rp6,6 juta yang harus dikembalikan untuk setiap jamaah,” kata Ade.[by : Melati Hasanah Elandis]
Sumber: Jurnal Nasional, 10 Juni 2009