ICW : Kejaksaan Harus Membuka Informasi Terkait Penanganan Perkara Korupsi ke Publik
Press Release
Kejaksaan RI harus membuka informasi terkait perkara korupsi yang ditangani jajarannya mulai dari Kejagung, Kejati, Kejari dan bahkan Kecabjari. Pengungkapan ini penting mengingat jajaran Kejaksaan menangani paling banyak perkara setiap tahunnya dibandingkan dengan penegak hukum lain. Dengan adanya informasi penanganan perkara pada publik kinerja penindakan perkara korupsi dilingkungan Kejaksaan lebih mudah diawasi publik.
Setiap tahunnya, Kejaksaan menangani perkara korupsi melebihi target yang ditetapkan. Pada tahun 2013 misalnya, Kejaksaan menargetkan menangani 1.500 perkara korupsi masuk tahap penyidikan dan berhasil menindak 1.646 perkara ke penyidikan (Laporan Tahunan Kejaksaan 2013). Sementara berdasarkan laporan ICW dalam tren korupsi, selama tahun 2013 Kejaksaan telah mengungkap 364 kasus korupsi naik ketahap penyidikan dan dengan nilai kerugian negara senilai Rp 3,5 triliun.
Dengan demikian, hanya 22,1 persen dari total 1.646 perkara korupsi ditingkat penyidikan yang ditangani seluruh jajaran di Indonesia yang diungkap ke publik. Sementara sisanya, 1.282 kasus atau sekitar 87.9 persen belum diungkap ke publik. Ini baru untuk penyidikan tahun 2013 dan belum untuk tahun lainnya. ICW mencatat rata-rata kasus korupsi yang diungkap kejaksaan kepublik setiap tahunnya berkisar 20 % sampai 30 % dari total perkara yang disampaikan pada Laporan Tahunan Kejaksaan setiap tahunnya. Sisanya, tidak terpantau sama sekali.
Hal ini tentu menjadi pertanyaan, terutama mengenai perkembangan penanganan perkara tersebut. Apakah kasus tersebut masih tetap berstatus penyidikan, SP3 atau telah masuk tahap penuntutan atau persidangan?
Sebenarnya, Kejaksaan RI telah memiliki SIMKARI (Sistem Informasi Kejaksaan RI) yang berfungsi untuk menyimpan, mengelola dan menyajikan data penanganan perkara korupsi pada publik. Sistem ini telah diuji coba dibeberapa provinsi sejak tahun 2011 sampai 2013 dan telah menghabiskan anggaran kurang lebih Rp 131,9 miliar. Namun sistem tersebut tidak berjalan dengan baik dan belum dapat mememnuhi kebutuhan publik atas perkembangan penanganan perkara yang ditangani jajaran Kejaksaan diseluruh Indonesia.
ICW menilai Kejaksaan masih kurang transparan dalam menangani perkara korupsi. Selama ini, Kejaksaan hanya mempublikasikan informasi terkait penanganan kasus berupa angka statistik dalam Laporan Tahunan Kejaksaan RI. Data yang dipublikasikan tidak bisa menjelaskan perkembangan penangan masing-masing perkara korupsi.
Oleh karena itu, ICW mengajukan permintaan informasi publik pada PPID Kejaksaan Agung berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi yang diminta antara lain :
1. Nama kasus, tanggal sprindik, inisial dan jabatan tersangka, kerugian negara, tanggal selesainya proses penyidikan (P21) serta tanggal pelimpahan. Selain itu, pihak Kejaksaan diseluruh Indonesia juga harus menyampaikan ke publik dimana kasus tersebut ditangani, apakah di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri setiap tahun dari tahun 2010.
2. Anggaran penanganan kasus korupsi dan realisasinya dimasing – masing jenjang institusi Kejaksaan seluruh Indonesia setiap tahun dari tahun 2010.
3. Jumlah penyidik kasus korupsi yang terdapat dimasing – masing Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri
ICW menilai tiga informasi diatas merupakan informasi publik sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi tersebut bukanlah informasi yang dikecualikan menurut undang – undang ini, karena tidak ada substansi dan bukti hukum penanganan perkara yang harus dibuka oleh penyidik Kepolisian pada publik.
Jakarta, 30 September 2015
Indonesia Corruption Watch
CP : Lais Abid (082133026610), Wana Alamsyah (087878611344)