ICW: Korupsi di DPRD Harus Dituntaskan; LSM Desak Kejari [06/08/04]
Indonesian Corruptions Watch (ICW) meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar menuntaskan kasus dugaan korupsi dana bantuan belanja DPRD 2003 senilai Rp 3.508. 515.200.
Sebab, menurutnya korupsi merupakan extra ordinary crime, tindak kejahatan luar biasa yang penanganannya harus diutamakan.
''Tidak ada alasan bagi kejaksaan untuk tidak menyidik kasus korupsi. Meskipun tidak ada aduan kasus korupsi senilai Rp 3,5 miliar itu harus ditindaklanjuti, sebab bukan delik aduan,'' tegas Agus Sunaryanto dari ICW Jakarta, ketika menyampaikan aspirasi ke kejaksaan, kemarin.
Bersama LSM yang tergabung dalam Kopak (Koalisi Ornop Peduli Anggaran Karanganyar), mereka mendesak kejaksaan menuntaskan kasus korupsi senilai Rp 3,5 miliar. Mereka terdiri dari Maks Jateng, KPBH-Atma Surakarta, Kompak, dan Pandowo. Selain mendesak kasus korupsi senilai Rp 3,5 itu, mereka juga mempertanyakan berbagai kasus korupsi yang sekarang ini menumpuk di kejaksaan dan belum jelas penanganannya.
Di aula kejaksaan, mereka ditemui Kajari Soekardjo Qaolany SH dengan didampingi empat kepala seksi. Yaitu Kasi Pidum I Putu Suartana SH, Kasi Pidsus Yudi Setiawan SH, Kasi Intel jumadi SH, dan Kasi Datum Edi Suryo SH.
Agus mengatakan, hasil audit perhitungan APBD 2003 yang dilakukan BPK Wilayah III Yogyakarta menunjukkan, Belanja Penunjang DPRD senilai Rp 3,5 sudah menunjukan adanya kerugian negara dan pemborosan. Dengan data-data itu, kejaksaan tinggal melakukan investigasi guna penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
''Memang, dalam hasil audit BPK hanya bersifat formal dan tidak menunjukan secara jelas, siapa saja yang melakukan pemborosan dan kerugian negara. Namun, hal itu tidak mengurangi kasus tersebut untuk diusut secara hukum,'' ungkapnya.
Harus Dibagi
Kajari Soekardjo Qaolany SH mengaku, sebaiknya lembaga yang dipimpinnya jangan dijejali terus menerus laporan atau permintaan penanganan berbagi kasus korupsi di Karanganyar. Menurutnya, masih ada institusi hukum yang punya wewenang untuk menyidik. Seperti kepolisian dan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK).
''Saya minta saudara-saudara jangan hanya menjejali kejaksaan dengan kasus korupsi yang muncul. Serahkan pula kasus tersebut pada instutisi lain yang juga punya wewenang. Jangan sampai kasus korupsi yang menumpuk di Karanganyar itu ditambahi, tapi tolong kasus tersebut dibagi-bagi,'' tandasnya.
Baris Lamhot Simanjuntak dari KPBH Atma Surakarta menilai, pernyataan Kajari yang meminta kasus korupsi juga dilaporkan pada institusi hukum lainnya, menunjukan adanya sikap tidak profesional kejaksaan dalam menangani kasus hukum. Menurutnya, yang dibutuhkan dalam penanganan kasus korupsi yang jumlahnya begitu banyak itu, bukan saling melempar antarinstitusi. Tapi bagaimana institusi itu melakukan koordinasi.
''Boleh saja Kajari menolak penanganan kasus korupsi Rp 3,5 miliar itu. Dengan penolakan itu menandakan, Kajari tidak profesional dalam bekerja,'' tandasnya.
Menanggapi ungkapan itu Soekardjo tidak bereaksi. Dia mempersilakan LSM menuding apapun soal lembaganya. Yang jelas, saat ini konsentrasi Kejaksaan banyak tersita untuk menuntaskan kasus bagi-bagi uang APBD sebesar Rp 450 juta di DPRD, yang muncul tahun 2001 dan korupsi dana PPJU (Pajak Penerangan Jalan Umum) senilai Rp 1,2 miliar. (G8-20b)
Sumber: Suara Merdeka, 6 Agustus 2004