ICW Minta Polisi SP3 Kasus Chandra
Setelah Kejaksaan Kembalikan Berkas karena Belum Lengkap
Desakan terhadap penghentian penyidikan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan dugaan suap yang melibatkan Wakil Ketua (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto kembali muncul. Hal itu terjadi setelah kejaksaan mengembalikan berkas Chandra kepada penyidik polisi.
Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta polisi menghentikan penyidikan kasus itu. ''Kalau datanya kurang, (terbitkan) SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) saja,'' kata Koordinator ICW Danang Widoyoko kemarin (11/10).
Menurut dia, sulit mengadili kasus suap jika tidak ada atau kurang alat bukti. Dia mempertanyakan alasan penyidik tetap melanjutkan penyidikan. Sebab, saksi Ari Muladi, yang disebut menyerahkan uang kepada pimpinan KPK, telah mencabut keterangan. ''Kalau kasus suap tak ada, tinggal (dugaan) penyalahgunaan wewenang. Itu pun masih dipersoalkan,'' ujarnya.
Danang mengatakan, polisi harus profesional dalam menyidik kasus Chandra dan Bibit. Artinya, penyidikan harus didasari alat bukti dan bukan karena kepentingan tertentu. ''Kalau dihentikan, itu justru menyelamatkan institusi Polri,'' tuturnya. Seperti diketahui, Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke polisi dengan alasan berkas acara pemeriksaan (BAP) belum lengkap.
Kekurangannya terletak pada pasal yang disangkakan, yakni pasal 12 huruf (e) jo pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor. Pasal itu mengatur tentang pemerasan/penyuapan. ''Ada unsur-unsur yang harus dipertajam. Misalnya, dilengkapi dengan alat bukti,'' kata JAM Pidsus Marwan Effendy (Jawa Pos, 10/10).
Selain pasal itu, Chandra dikenai sangkaan pasal 23 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 421 KUHP. Sementara berkas Bibit belum dilimpahkan ke kejaksaan.
Secara terpisah, Ahmad Rivai, anggota tim pembela hukum Bibit dan Chandra, mengungkapkan bahwa sejak jauh hari polisi tidak layak melimpahkan kasus itu ke Kejagung. ''Memang, sangat dipaksakan. Kejagung harus menolak,'' ujarnya kemarin.
Menurut Rivai, kejanggalan penanganan kasus Chandra dan Bibit kian nyata. Idealnya, dalam penanganan kasus pidana, para tersangka diproses belakangan dan saksi yang mengetahui diperiksa terlebih dahulu. ''Kenyataannya justru tidak. Pemeriksaan tersangka dituntaskan dulu, baru menyelesaikan saksi,'' terangnya.
Dalam pemeriksaan itu, Chandra juga mengajukan saksi ahli atas kasus yang membelitnya. ''Tetapi, belum sampai saksi ahli diperiksa, perkara sudah dilimpahkan. Ini menandakan bahwa kasus tersebut murni rekayasa,'' ujarnya.
Bagaimana kasus suap yang ditudingkan kepada dua pimpinan KPK? Sejak awal, kata Rivai, Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji menyatakan bahwa pimpinan KPK bersih dari aliran dana. ''Tapi, mengapa dia memaksakan menangani kasus ini. Itu berarti ada pernyataan bohong,'' tudingnya.
Karena yang disangkakan tidak beralasan, ungkap Rivai, mestinya polisi mengeluarkan SP3. ''Sebab, selama ini juga tidak ada bukti yang menguatkan tudingan tersebut,'' ucapnya. Apa lagi menyangkut kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan. Sebab, pencekalan dan pencabutan cekal terhadap Anggoro Widjojo dan Djoko S. Tjandra mengacu kolegialitas pimpinan KPK.
Mundur dari Jabatan BUMN
Status dua pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Waluyo, di jajaran dewan komisaris BUMN, tampaknya, belum klir. Pengunduran diri dua orang itu dari jabatan di BUMN perlu diumumkan.
''(Pengunduran diri) itu sangat penting untuk menghilangkan konflik kepentingan saat mereka menangani kasus terkait BUMN bersangkutan,'' ujar Wakil Ketua Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho.
Sebelumnya, terungkap bahwa Waluyo tak benar-benar kehilangan kursi direktur umum dan SDM PT Pertamina. Men BUMN Sofyan Djalil memastikan bahwa Waluyo hanya dinonaktifkan sementara.
Menurut Sofyan, Waluyo akan diganti jika sudah ditetapkan sebagai pimpinan tetap KPK. Hal sama juga berlaku untuk Tumpak Hatorangan Panggabean yang sebelumnya menjabat komisaris PT Pos Indonesia.
Sofyan menyatakan, sementara ini kursi direktur umum dan SDM Pertamina dirangkap Wakil Dirut Omar S. Anwar. Kursi komisaris PT Pos Indonesia yang ditinggalkan Tumpak masih kosong. ''Komisaris (di PT Pos) kan banyak. Jadi, belum perlu diganti,'' kata Sofyan.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengungkapkan bahwa Tumpak Hatorangan Panggabean dan Waluyo sudah mengajukan surat pengunduran diri ke masing-masing BUMN. ''Pak Tumpak dan Pak Waluyo sudah menulis surat pengunduran diri. Itu juga sudah dijelaskan kepada semua pejabat struktural,'' kata Johan kemarin. (fal/git/owi/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 13 Oktober 2009