ICW Tagih Komitmen Presiden Soal Pajak Grup Bakrie
"Penyidik bisa bertindak obyektif jika ada dukungan politik."
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menagih komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menuntaskan kasus pajak tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Bumi Resources, PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC). "Dimensi politik kasus ini sangat mempengaruhi penyelesaiannya," kata Adnan kepada Tempo kemarin.
Menurut Adnan, putusan pengadilan pajak yang tidak dapat menerima gugatan Bumi Resources terhadap Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan penuntasan kasus ini tidak lagi terletak pada masalah teknis. Meski Aburizal Bakrie sering menyatakan tidak lagi terkait dengan perusahaan keluarga, posisinya sebagai Ketua Umum Golkar tetap berpengaruh dalam penyelesaian kasus ini.
Adnan mengatakan Presiden harus menegaskan komitmennya untuk tidak memberi toleransi terhadap pengemplang pajak. Tanpa dukungan Presiden, dia khawatir penyidik pajak tertekan secara psikologis. "Penyidik pajak bisa bertindak obyektif jika ada dukungan politik. Jika tidak ada dukungan, kasihan Ditjen Pajak yang pengaruh politiknya kecil," katanya.
Kasus ini berawal ketika Direktorat Jenderal Pajak menemukan kekurangan bayar pajak tiga perusahaan Grup Bakrie pada 2007 senilai Rp 2,1 triliun. Jumlah ini merupakan rekor kasus pajak di Indonesia. Kasus pajak terbesar sebelumnya berasal dari penyimpangan pajak Asian Agri Group senilai Rp 1,3 triliun.
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio, mengatakan kasus-kasus pidana pajak harus dapat dituntaskan. Salah satu aspek paling penting dalam penyelesaian kasus ini adalah mengembalikan uang milik negara. "Kerugian negara itu harus dibayarkan kembali," katanya.
Anggota Komisi Keuangan DPR dari Fraksi Golkar, Melchias Markus Mekeng, mendukung penegakan hukum dalam penanganan kasus pajak. "Pemerintah dan wajib pajak punya posisi seimbang," katanya sembari menyatakan belum bisa menanggapi putusan pengadilan pajak karena belum membaca amat putusan hakim.
Melchias mengatakan selama ini pemerintah tidak adil menangani perkara pajak. Dia mencontohkan kasus Kaltim Prima Coal, yang menang hingga tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung. "Tiba-tiba pemerintah mengajukan peninjauan kembali untuk kedua kali," katanya. Padahal peninjauan kembali hanya bisa dilakukan sekali. Dia meminta pemerintah tidak memakai kekuatan politik untuk menjerat wajib pajak. "Ini masalah hukum," katanya.
Menurut pelaksana tugas Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak, Pontas Pane, penanganan kasus pajak tiga perusahaan Grup Bakrie masih berjalan. Kasus pajak Kaltim Prima Coal ditangani Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Adapun Bumi Resources ditangani Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus. "Sejauh ini dua-duanya masih dalam penyidikan," katanya. Sedangkan Arutmin masih dalam tahap pemeriksaan bukti permulaan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Riza Noor Karim mengatakan, dengan adanya putusan pengadilan pajak terhadap gugatan Bumi Resources, pihaknya bisa melanjutkan penyidikan kasus ini. "Kami sendiri terus berjalan," katanya. Apalagi bukti yang didapatkan selama ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.Famega Syavira | Febrian
Sumber: Koran Tempo, 4 November 2010