ICW: ''Voucher'' Pendidikan Subjektif dan Diskriminatif
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) diduga telah melakukan salah kelola kebijakan, khususnya kebijakan yang terkait dengan pemberian voucher (kupon) pendidikan. Pemberian voucher kenyataannya sangat subjektif dan diskriminatif hanya ke kelompok agama tertentu saja.
Voucher pendidikan merupakan suatu kebijakan yang mismanajemen, kata Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, saat memaparkan hasil investigasi ICW mengenai voucher pendidikan, di Jakarta, Rabu (2/5).
Ade menerangkan, hasil penelusuran tim investigasi ICW yang bekerja sama dengan sejumlah LSM di daerah, banyak voucher pendidikan yang justru tidak tepat sasaran.
Karena voucher ini bersifat sangat subjektif. Bahkan, ada sekolah yang sudah mapan malah diberikan voucher pendidikan, katanya. Selain pemberian voucher yang sangat subyektif, ICW juga menilai bantuan voucher pendidikan tersebut sangat diskriminatif. Temuan di lapangan menunjukkan, pemberian voucher hanya untuk kalangan agama tertentu, katanya.
Seharusnya, lanjut Ade, pemberian voucher ini bersifat obyektif. Voucher seharusnya tidak membeda-bedakan sekolah, katanya. Dia mengatakan, Depdiknas juga diminta untuk mengklarifikasi pemberian voucher kepada sejumlah anggota DPR. Depdiknas harus memberikan klarifikasi transparan kepada publik mengenai pemberian voucher dana pendidikan sekolah, katanya.
Dia mengatakan, meski voucher hanya berupa surat berharga untuk digunakan sebagai bantuan langsung pembangunan dan pendidikan sekolah, namun pemilihan dan pendistribusiannya melalui sejumlah anggota DPR pa- tut dipertanyakan. Tugas DPR kan mengawasi, lantas mengapa DPR juga harus ikut memberikan bantuan langsung kepada sekolah-sekolah yang dianggap butuh bantuan, katanya.
Ade melanjutkan, ini berarti Depdiknas tidak memiliki perencanaan dan pemetaan masalah dalam pendidikan. Program pendidikan diduga dilakukan secara serampangan dan tidak jelas.
Audit
Ade mengatakan, selain KPK, Badan Pemeriksa Keuangan juga diimbau untuk melakukan audit. Kami telah melakukan dialog dengan KPK. Selain itu, ICW merekomendasikan kepada BPK untuk mengaudit baik dalam nilai voucher, siapa yang menerima, dan kepada siapa voucher disalurkan, katanya.
Ade menuturkan, pemberian voucher bantuan pendidikan kepada anggota DPR dapat membuat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) kehilangan kontrol. Peluang terjadi penyimpangan pun dinilai makin besar.
Penyaluran voucher melalui DPR juga membuat legislatif menjalankan fungsi eksekutif yang dapat mematikan fungsi pengawasan legislatif. Ditambahkan, pemberian voucher kecil kemungkinan akan bersifat objektif.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas Bambang Wasito Adi ketika dihubungi SP, Kamis (3/5), mengatakan, voucher merupakan salah satu mekanisme penyaluran bantuan langsung dari pemerintah pusat kepada sekolah. [W-12]
Sumber: Suara Pembaruan, 3 Mei 2007
----------
Bahan terkait:
Voucher Pendidikan Jalan Lapang KKN dan Ketidakadilan
Position Paper ICW