Illegal Logging Sarang Underground Economy

Upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merambah kegiatan ekonomi bawah tanah atau underground economy harus diikuti keberanian memberantas usaha ilegal.

Direktur Penyuluhan Perpajakan Erwin Silitonga menyebut beberapa kegiatan ekonomi underground ilegal yang belum banyak dibidik. Di antaranya illegal logging (pembalakan liar), illegal fishing (penangkapan ikan ilegal), illegal mining (penambangan liar), impor gula liar, perjudian terselubung, penjualan barang curian, impor mobil ilegal, dan industri minuman keras ilegal.

Ada juga aktivitas underground economy yang legal. Erwin mencontohkan taksi gelap (menggunakan mobil pribadi), usaha kafe tenda, upah dan gaji yang tidak dilaporkan, serta jasa rumah tangga, kegiatan mandiri, produksi, dan aset yang tidak dilaporkan.

Dampak langsung dari semua itu adalah penerimaan pajak kecil, sedangkan angka revenue lost besar, ujar Erwin kemarin. Dampak lanjutannya, kas negara menjadi kecil sehingga pembangunan fasilitas umum berkurang.

Beberapa langkah awal DJP adalah pengawasan money laundering (pencucian uang) Saat ini telah ada MoU DJP dengan Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ungkapnya.

Erwin juga mengakui, aparat pajak berpotensi mengejar kejahatan, khususnya di bidang ekonomi. Al Capone saja baru bisa ditangkap karena diperiksa pajaknya, ujar Erwin menyitir tokoh mafia dalam film The Untouchable itu.

Anggota Komisi XI (keuangan dan perbankan) DPR Andi Rahmat menyatakan, penyidikan pajak diharapkan bisa menjerat tindak pidana yang selama ini sulit tersentuh. Bagaimanapun, itu harus didukung. Memang tidak semudah yang diperkirakan. Namun, yang penting sudah ada persiapan menuju ke sana, katanya. Rencana pembentukan direktorat penyidikan khusus juga dinilai akan memperkuat direktorat jenderal terbesar di Departemen Keuangan ini.

Menurut Andi, DJP sebenarnya pernah mengungkap kejahatan dengan pasal pidana pajak. Dia mencontohkan ditangkapnya bos perusahaan salah satu ritel besar (RMYN) atas kasus penggelapan pajak dan permainan valuta asing.

Aparat kepolisian tidak bisa menjerat dia karena kita menganut devisa bebas. Karena itu, tidak ada satu pasal pun yang bisa menjeratnya. Melalui penyidikan pidana perpajakan, dia bisa diserahkan ke kepolisian, ujar Andi. Penangkapan bos RMYN tersebut memang terjadi tahun lalu. Menurut dia, dalam penegakan hukum, DJP bisa memiliki wewenang yang tidak dipunyai aparat kepolisian.

Dia menambahkan, aparat pajak harus menyiapkan infrastruktur pendukung untuk melaksanakan program tersebut. Itu terkait variabel pengalaman dari DJP yang memang diakui belum banyak menangani kasus-kasus yang kompleks.

Harus ada sistem deteksi dini untuk menyidik kasus rumit seperti ini. Karena selain ada yang ilegal, ada juga kegiatan mereka yang legal. Kegiatan ekonomi mereka sulit terendus, jelas Andi. (sof)

Sumber: Jawa Pos, 5 Desember 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan