Imparsial: 80 Persen Bisnis Tentara Ilegal
Sekitar 80 persen dari bisnis di lingkungan TNI tidak memiliki aset-aset yang jelas alias ilegal. Bisnis yang tidak jelas semacam ini di luar usaha yang dikelola yayasan-yayasan atau koperasi di lingkungan TNI yang memiliki aset-aset yang jelas.
Bisnis di bawah yayasan atau koperasi justru hanya bagian kecil dari bisnis yang dikelola tentara, kata Direktur Program Imparsial Otto Syamsudin Ishak dalam jumpa pers di Jakarta kemarin. Acara ini dilakukan untuk memaparkan hasil studi yang dilakukan LSM ini sepanjang 2004. Otto Syamsudin didampingi Manajer Database Otto Pratama dan Sekretaris Eksekutif Poengky Indarti.
Atas dasar besaran bisnis di luar kendali yayasan itu, Otto Pratama mengatakan, Imparsial menolak gagasan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono untuk menertibkan bisnis di lingkungan TNI menjadi semacam BUMN Militer.
Persepsi yang ada saat ini, kata Pratama, bisnis tentara bisa di-BUMN-kan seperti bisnis yang normal. Padahal, katanya, melihat hasil studi lembaganya, bisnis tentara 80 persen tidak memiliki aset jelas, misalnya, tentara yang menjalankan usaha backing-backing. Bisnis seperti itu kan tidak bisa diambil alih menjadi BUMN, katanya.
Selain bisnis backing, Otto Syamsudin menambahkan contoh lain. Bisnis yang ilegal ini termasuk jasa pengamanan terhadap pabrik-pabrik dan bisnis jasa pengawalan kayu seperti yang dilakukan tentara di daerah konflik Aceh dan Poso. Bisnis-bisnis ilegal yang berada di luar yayasan dan koperasi ini, menurut dia, sulit untuk diaudit.
Diakui oleh Otto, usaha-usaha yang ada di bawah yayasan atau koperasi memang tergolong lebih mudah diaudit. Namun, katanya, selama ini perusahaan-perusahaan yang ada di bawah yayasan yang dikelola masing-masing angkatan sama sekali tidak transparan kepada publik. Tidak diketahui pasti, berapa jumlah yayasan di masing-masing angkatan dan berapa jumlah perusahaan di masing-masing yayasan itu, ujarnya.
Ia memberi contoh, pihaknya pernah akan melakukan studi terhadap yayasan milik TNI AL. Di saat kami baru menemukan satu yayasan TNI AL, tiba-tiba TNI AL sudah melikuidasi 12 yayasannya. Jadi kami sama sekali buta dengan bisnis di yayasan-yayasan ini, katanya.
Syamsudin mengatakan sulit untuk menyebut hasil dari bisnis-bisnis yang ilegal tersebut. Pasalnya, bisnis yang dilakukan tentara semacam itu juga biasanya terkait dengan perusahaan-perusahaan dengan modal asing yang juga tidak transparan.
Misalnya, kata dia, pengamanan yang dilakukan tentara untuk perusahaan minyak Exxon Mobil. Menurut dia, pihak Exxon tak pernah mengatakan secara transparan berapa besar anggaran yang diberikan untuk TNI dalam pengamanan.
Menanggapi tudingan Imparsial itu, Kepala Dinas Penerangan Umum Mabes TNI Kolonel Ahmad Yani Basuki mengatakan, TNI sebagai institusi tidak pernah melegalisasi bisnis-bisnis ilegal seperti yang disebut studi Imparsial itu.
Menurut Yani, jika ada tentara yang melakukan backing seperti terhadap pencurian kayu, hal itu jelas dilakukan oleh oknum. Jadi yang dilakukan oleh oknum-oknum jangan dikaburkan sebagai kegiatan resmi tentara, katanya kepada Tempo tadi malam. Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, menurut Yani, juga telah mengeluarkan surat larangan bagi anggota TNI untuk melakukan backing-backing semacam itu. dimas adityo
Sumber: Koran Tempo, 24 Desember 2004