Indikasi Penyimpangan Puluhan Miliar di BRR; Total Nilai Pekerjaan Capai Rp 23,96 Miliar
Kinerja Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias disorot Indonesia Corruption Watch. Hasil investigasi ICW menemukan indikasi penyimpangan dan korupsi dalam lima bidang pekerjaan BRR dengan nilai total proyek mencapai Rp 23,96 miliar.
Informasi tersebut disampaikan Asisten Program Monitoring Aceh ICW-Komisi Darurat Kemanusiaan Firdaus Ilyas hari Jumat (25/8).
Proyek yang terindikasi disimpangkan dan dikorup itu, adalah, soal pencetakan buku, penyusunan pembangunan wilayah, pemusnahan obat kedaluwarsa, pengadaan inventaris kantor, dan penunjukan konsultan media.
Menurut Firdaus, konflik kepentingan terjadi karena sejumlah rekanan yang mendapatkan pekerjaan masih punya keterkaitan dengan petinggi BRR. Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto masih tercatat sebagai komisaris independen di Holcim sejak 11 Desember 2001. Sementara penunjukan PT Wastuwidyawan sangat dipertanyakan karena pemiliknya ternyata Deputi Perumahan BRR Andi Siswanto. Penunjukan PT Emerson Asia Pacific dan Semar Kembar Sakti ditengarai juga karena kedekatan pemiliknya dengan para petinggi BRR yang juga pengurus Masyarakat Transparansi Indonesia.
Adapun indikasi korupsi dalam pencetakan buku terlihat dari harga yang terlalu mahal dan adanya prosedur yang disalahi karena tak lewat tender terbuka. Bahkan ICW menemukan ada perusahaan rekanan pencetakan yang ditengarai sekadar pemburu rente. Ada indikasi perusahaan bodong, masak perusahaan penyalur air minum galon yang ditunjuk? kata Firdaus.
Juru bicara BRR T Mirza Keumala yang dikonfirmasi Jumat malam menyatakan terima kasih atas masukan yang disampaikan ICW. Semua masukan akan dijadikan bahan penelitian lebih mendalam. Khusus untuk pengadaan buku, misalnya, Mirza mengaku tidak bisa berkomentar lebih lanjut karena kasusnya memang sudah masuk dalam proses hukum. Hanya saja, Mirza menekankan bahwa BRR tetap teguh pada semangatnya untuk bekerja penuh integritas.
Mengenai penunjukan rekanan, Mirza menyebutkan bahwa BRR punya penilaian mendasar. Pemilihan rekanan dan pengerjaan proyek juga tidak bisa semata-mata dikesankan karena BRR ingin mengejar target daya serap anggaran. (dik)
Sumber: Kompas, 26 Agustus 2006
-----------
Berita terkait: