Indonesia dan Budaya Korupsi
Penanganan masalah korupsi telah diatur dalam UU No 3/1971. Kebijakan pemerintah pun sudah jelas. Bagaimana praktiknya?
MASALAH korupsi di Indonesia, sebagaimana dilansir oleh sebuah lembaga penelitian ekonomi independen terdahulu yang berasal dari Hongkong--Independent Comitte Anti Corruption (ICAC)-- sudah masuk dalam 10 besar negara paling Korup di dunia. Hal ini dikuatkan oleh penelitian Transparency International (TI) yang bermarkas di Berlin, bahwa 10 negara paling korup tersebut adalah Nigeria, Pakistan, Kenya, Banglades, Cina, Kamerun, Venezuela, Indonesia, Rusia, dan India. Korupsi dan penyuapan yang terjadi diberbagai negara merupakan ancaman bagi demokratisasi. Sebab, korupsi dianggap menggerogoti institusi-institusi demokrasi dan membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah. Korupsi, di Indonesia sudah jelas pengaturannya. Melalui UU Korpusi yang baru UU no 3/1971 pemerintah berjanji akan menindak tegas setiap pelanggaran bagi tindakan korupsi, baik di instansi pemerintah maupun swasta. Namun, hingga saat ini pelanggaran korupsi terkesan belum ada satu mekanisme political action yang jelas untuk memberantasnya. Meskipun pemerintah sendiri sudah membuat lembaga khusus untuk mengawasi perputaran uang negara (Badan Pemeriksa Keuangan) atau menggalakkan Pengawasan Melekat (Waskat) di instansi-instansi atau slogan-slogan lainnya. Toh, masih saja korupsi merajalela. Kenapa? Di Indonesia permasalahan korupsi tidak didukung oleh aparatur negara yang qualified. Padahal, masyarakat selalu mengingatkan pemerintah akan pentingnya membuat lembaga semacam badan antikorupsi.
Pihak pemerintah tak juga menerima masukan ini untuk ditindaklanjuti. Dengan berbagai macam dalih, Indonesia belum membutuhkan lembaga semacam itu. Lalu kapan? Akankan korupsi dibiarkan membesar hingga nantinya kita kalang kabut dibuatnya? Bagaimanapun korupsi cepat atau lambat akan memporakporandakan sendi-sendi perekonomian negara, juga terhadap demokrasi. Di Indonesia, korupsi apakah sudah bisa disebut membudaya atau baru taraf proses menuju ke sana? Tak jelas, memang. Kapan lahirnya korupsi di Indonesia, juga tidak begitu jelas. Di zaman Orde Lama dan juga Orde Baru, korupsi memang luar biasa. Menteri-menteri Soekarno dan juga Soeharto melakukan korupsi tanpa malu-malu dan mengakibatkan rakyat menanggung beban dengan merosotnya kondisi ekonomi negara, ditambah lagi meningginya tingkat inflasi sampai 400 persen lebih. Para pejabat negara berhura-hura dengan berbagai kemewahannya sedangkan rakyat dibuat sengsara olehnya. Kini, korupsi dan kolusi tumbuh sedemikian hebatnya. Hampir di setiap institusi pemerintah dari RT sampai tingkat tinggi terjadi korupsi dan kolusi.
Dari tingkat bawah, untuk satu contoh kecil, dalam mengurus KTP pastilah akan berurusan dengan pejabat tingkat bawah tersebut. Dalam pembuatan KTP tersebut, si pembuat akan dikenakan biaya macam-macam di luar biaya resmi. Apalagi kalau si pembuat terlihat sedang membutuhkan KTP. Di tingkat elit pemerintahan, seorang Menteri diketahui menyimpan uang negara dalam rekening pribadinya. Orang awam sekalipun akan mengatakan itu: Salah! Tindakan tegas juga tak kunjung datang untuk menekan tingkat korupsi dikalangan elit pemerintahan.
Hanya sebatas jawaban bahwa hal tersebut karena ketidakmengertian atau kesalahan teknis. Banyak sekali contoh kasus korupsi yang dilakukan di lembaga pemerintahan. Bagaimana dengan korupsi yang dilakukan oleh kalangan swasta? Memang korupsi yang dilakukan oleh kalangan swasta tidak kalah banyaknya dibandingkan dengan yang di pemerintahan. Namun, yang dilakukan oleh kalangan swasta jarang sekali terdeteksi. Kalaupun terdeteksi biasanya setelah korupsinya mencapai angka milyar atau trilyun. Sebut saja kasus Edi Tansil, koruptor satu trilyun lebih. Bagaimana dengan mereka yang melakukan korupsi kecil-kecilan? Bagaimanapun juga, besar atau kecil, yang namanya korupsi tetap harus diberantas, karena jelas akan merugikan negara atau pihak yang dikorupsi (swasta). Lalu, apakah korupsi sudah bisa disebut membudaya? Jawabannya: Sudah! Dengan melihat contoh-contoh kasus di atas, sudah bisa disimpulkan bahwa korupsi sudah mengakar atau membudaya di Indonesia. Hal ini tidak bisa dibiarkan mengingat Indonesia segera menghadapi era pasar bebas dunia. Kalau permasalahan korupsi tidak segera diatasi akan membuat Indonesia disingkirkan dari kancah perekonomian dunia. Masyarakat dunia akan lebih membatasi investasi terhadap Indonesia. Jawaban dari membudayanya korupsi adalah dibentuk sikap dan budaya antikorupsi di masyarakat. Tuntutan terhadap dibentuknya lembaga antikorupsi independen sudah sangat mendesak. Tidak bisa tidak, ini dibutuhkan oleh negara seperti Indonesia untuk menghadapi era pasar bebas dunia. Selain itu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan, yang diakui atau tidak untuk saat ini terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah. Lembaga ini secara langsung atau tidak akan meningkatkan semangat demokratisasi di masyarakat. Sudah saatnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mulai berbenah dan menerima masukan dari kalangan akademisi dan masyarakat bahwa lembaga ini sudah sangat dibutuhkan. Bukankah kita tidak mau duit negara, duit kita, raib begitu saja? Ataukah raibnya duit juga sudah budaya?
Tulisan ini merupakan tajuk rencana Kompas, Jumat, 14 November 2003