Indonesia (Masih) Membutuhkan KPK
Presiden diingatkan akan janji kampanyenya soal pemberantasan korupsi.
Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis menegaskan, dengan indeks persepsi korupsi 2,6 seperti saat ini, Indonesia masih membutuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kalau mau dibubarkan, IPK-nya harus 5. Ini tandanya Indonesia masih membutuhkan KPK," kata Todung di gedung KPK, kemarin, menanggapi wacana pembubaran lembaga ini.
Todung Mulya Lulbis, bersama aktivis pemberantasan korupsi dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang menamakan diri Koalisi Cinta Indonesia Cinta KPK (Cicak), bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin. Koalisi diterima tiga pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, dan Mochamad Jasin. Koalisi ini didirikan untuk mendukung KPK yang belakangan ini hendak dilemahkan oleh orang yang terancam dengan keberadaan komisi pemberantas korupsi ini.
Menurut Todung, keberadaan KPK tak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi, kata dia, dalam pemilu presiden tempo hari, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan isu pemberantasan korupsi dan pemerintahan yang bersih sebagai janji yang diusung dalam kampanye. "Saya kira SBY juga tema kampanyenya good governance, sejak 2004 sampai sekarang," ujar Todung.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tetap diperlukan sampai indeks persepsi korupsi Indonesia membaik dan aparat penegak hukum berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. “KPK yang dilengkapi Pengadilan Khusus Tipikor dibentuk karena pemberantasan korupsi belum dapat dilaksanakan secara optimal,’’ kata Taufiq di sela Rapat Koordinasi Regional Wilayah Timur Pelaksanaan Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi, di Senggigi, Lombok Barat, kemarin.
Menurut Taufiq, saat ini IPK Indonesia baru 2,6 dari semula pada 2004 hanya 2,0. Dalam kondisi IPK Indonesia sudah mencapai 8,0, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tipikor mungkin tidak diperlukan lagi.
Todung menambahkan, pertemuan antara lembaga penegak hukum dan Presiden, Senin lalu, dinilainya belum menciptakan komunikasi yang baik di antara lembaga-lembaga tersebut. "Ini tidak sehat untuk semua kerja pemberantasan korupsi," kata Todung. Pertemuan itu digelar karena adanya gesekan antarlembaga penegak hukum, tepatnya antara KPK dan Polri, dalam penanganan kasus korupsi.
Koalisi lembaga swadaya masyarakat juga menilai pertemuan itu menjadi tidak berguna apabila, dalam beberapa poin rekomendasinya, Presiden tidak memberikan langkah nyata dan legitimasi bagi keberadaan KPK. "Untuk masalah KPK, Presiden tidak akan mudah mewujudkan janji kampanyenya soal pemerintahan yang bersih tanpa didukung oleh keberadaan KPK sebagai partner," kata Sekjen Transparency International Indonesia Teten Masduki. CHETA NILAWATY | SUPRIYANTO KHAFID
Sumber: Koran Tempo, 16 Juli 2009