Industri Strategis dan TNI
Menteri Pertahanan Republik Indonesia baru-baru ini menegaskan penyempurnaan prosedur pengadaan alat utama sistem senjata TNI dan pemanfaatan keberadaan beberapa industri strategis di Indonesia yang memudahkan negara dalam memperoleh alutsista maupun suku cadangnya.
Jauh sebelumnya, Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU) telah memikirkan bagaimana memenuhi sendiri kebutuhan peralatannya.
Dengan susah payah, AD membangun PT Pindad. AL dengan berani menggelar PT Pal. AU dengan pionirnya seperti Nurtanio memelopori industri pesawat terbang. Meski sudah berubah ujud dan nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), industri itu masih berdiri di Lanud Husein Sastranegara Bandung.
Pernah maju
Sejak PT Pindad, PT Pal, dan PT DI tidak lagi di bawah pengelolaan langsung AD, AL, dan AU, maka ketiga industri strategis itu telah dan pernah maju lebih pesat, kemudian mundur kembali pada titik yang berada dalam keadaan sulit berkembang.
Yang lebih penting, keberadaan ketiga PT itu tak lagi atau amat kurang kontribusinya terhadap pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI. Banyak kendala yang dihadapi. Ujungnya, tidak atau kurang tersedianya dukungan dana serta orientasi produksi yang tidak optimal.
Di sisi lain, proses membangun TNI yang kuat tidak hanya terkendala pada keterbatasan dana, namun juga ketergantungan pada negara-negara tertentu yang justru sering mempersulit penggunaan alutsista yang telah dibeli dan pengadaan suku cadangnya.
Namun, jika dicermati, akan banyak yang dapat diperbuat apabila ketiga industri strategis itu dapat difokuskan pada kebutuhan pengadaan alutsista TNI.
Tidak bisa dimungkiri, upaya pengadaan alutsista apakah dengan membeli atau memproduksi sendiri segera berhadapan dengan dua hal, yaitu dana yang tidak kecil dan pesatnya laju kemajuan teknologi di dunia.
Membangun kekuatan
Membangun kekuatan angkatan perang bagi negara sebesar Indonesia, seyogianya menjadi prioritas. Panjangnya perbatasan negara, baik di darat, laut, dan lebih-lebih kolom udara yang harus diamankan, adalah contoh dari betapa pentingnya kita memiliki kekuatan yang sepadan.
Negara kita memang tidak berada pada satu posisi yang banyak ancaman, seperti halnya India atau China. Namun, maraknya illegal logging dan segala macam illegal lainnya yang lintas perbatasan negara tentu tidak bisa terus dibiarkan. Kegiatan yang merugikan negara ini diam-diam juga telah berkembang, baik modus maupun peralatan yang menjadi kian canggih.
Selain itu, kini hampir seluruh negara-negara kecil di sekeliling kita tanpa tanggung-tanggung sedang mengembangkan kekuatan perangnya. Tidak usah diamati dari data intelijen karena pengembangan yang mereka lakukan dilaksanakan secara terang- terangan.
Thailand yang pada krisis ekonomi 1997 lalu nyaris meng- grounded seluruh armada pesawat terbang Angkatan Udara-nya kini sedang melengkapi kembali kekuatan armada udaranya.
Begitu pula Malaysia yang telah dan sedang melengkapi skadron-skadron pesawat tempurnya, kapal-kapal perang, serta kapal selam yang baru dipesan dari beberapa negara maju.
Dan Singapura, dalam waktu dekat akan menjadi negara terkuat di kawasan dengan aneka peralatan perang modern yang sedang disempurnakan. Kabar terakhir, mereka sedang mengadakan skadron pesawat tempur untuk melengkapi yang sudah mereka miliki dengan pesawat- pesawat canggih, seperti versi terakhir skadron pesawat F-15 Eagle seharga lebih kurang satu miliar dollar AS. Tiap tahun, Singapura menghabiskan sekitar enam persen GDP untuk anggaran pertahanannya (AFP).
Jangan terlena
Meski mereka semua bersahabat baik dengan kita, mereka tetap membangun kekuatan perang yang besar. Kita tidak boleh terlena dengan persahabatan yang baik. Peristiwa Ambalat dan Bawean serta segala macam illegal yang terus berlangsung di perbatasan, seyogianya menyadarkan kita perlunya memiliki kekuatan yang dapat diandalkan, sesuai besarnya negara kita. Kita tidak bermaksud menyaingi apalagi menyerang mereka, tetapi cukup kiranya kita memiliki kekuatan yang dapat menjaga harkat kehormatan dan kedaulatan negara sendiri.
Banyak yang bisa dilakukan
Banyak yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan industri strategis yang sudah dimiliki. Pindad telah kembali mengembangkan beberapa persenjataan yang dibutuhkan AD, termasuk membuat panser serbaguna yang telah digunakan di Aceh. PT Pal telah mengembangkan pembuatan kapal-kapal cepat untuk TNI AL.
PT DI memiliki banyak kemampuan untuk dikembangkan guna melengkapi kebutuhan AU. Satu di antaranya pembuatan CN-235, yang saat ini sudah digunakan di Skadron 2 Lanud Halim. Pesawat sejenis juga telah digunakan beberapa negara, seperti Korea Selatan, Malaysia, dan Pakistan. PT DI masih mempunyai kemampuan membuat pesawat jenis ini untuk melengkapi kebutuhan AU, AD, dan AL.
Selain itu, kemampuan yang dimiliki dapat dikembangkan untuk membuat pesawat latih dan pesawat tempur taktis yang amat dibutuhkan AU dalam melaksanakan tugas negara.
Kiranya, pemanfaatan industri strategis yang telah kita miliki dapat dikembangkan bagi kebutuhan pengadaan alutsista TNI beserta suku cadangnya. Dengan demikian, TNI tidak terlalu bergantung pada negara lain dalam pengadaan dan penggunaan alutsista. Sejalan dengan itu, Indonesia secara bertahap dapat memiliki TNI dengan kekuatan memadai untuk menjaga kekayaan alam, negara, dan bangsa dalam menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.
Chappy Hakim Marsekal TNI (Purn), Mantan KSAU
Tulisan ini disalin dari Kompas, 4 Oktober 2005