Infotainment Khusus Korupsi

Di Jawa Pos (7 Agustus), M. Eri Irawan menulis opini berjudul Memasifkan Edutainment. Bagi saya, ada sebuah penggalan kalimat yang menggelitik untuk didiskusikan lebih lanjut, yakni Penjualan gosip para selebriti seolah mengalahkan pentingnya pengungkapan kasus korupsi para pejabat kita.

Sindiran Eri tersebut mengantarkan imajinasi saya pada sebuah tayangan infotainment khusus bagi para tersangka korupsi yang ditayangkan seluruh stasiun televisi setiap hari pada jam tayang prime time. Infotainment jenis ini merupakan salah satu bagian dari paket program aksi pemberantasan korupsi.

Infotainment dan Koruptor. Berbicara tayangan infotainment (baca: gosip) tak kalah serunya dengan praktik korupsi di negeri ini. Untuk yang pertama, saat ini ditayangkan hampir seluruh stasiun televisi, bahkan merupakan program unggulan karena menempati rating yang cukup tinggi. Alhasil, tayangan tersebut mampu menjadi sumber pundi-pundi rupiah bagi pihak terkait.

Adapun hal kedua, di negeri yang, konon, negara hukum ini, korupsi merupakan gaya hidup (life style) para birokrat. Korupsi telah mengalami ke arah demokratisasi.

Artinya, korupsi telah menjadi pemandangan umum, tak hanya tersentralisasi pada elite-elite kekuasaan, tetapi telah merata dari pusat hingga ke daerah; dari level eksekutif, legislatif, hingga yudikatif.

Dalam beberapa kasus, infotainment merupakan ajang mencari popularitas yang sangat efektif. Banyak artis yang dipublikasikan dan dikeruk-keruk privasinya bukannya semakin terpuruk. Namun, dalam waktu singkat, popularitasnya makin terdongkrak secara signifikan.

Ambil contoh polemik kawin siri artis berinisial CM dan suaminya, JP, yang kian mendongkrak popularitasnya pasca perceraian dan polemik di pengadilan.

Sampai-sampai, tuduhan guna-guna dan kisruh harta gono-gini tersebut mampu menginspirasi munculnya sebuah sinetron bertajuk Selebriti Juga Manusia, yang bintang utamanya adalah artis berinisial CM sendiri.

Bagi para koruptor, infotainment yang khusus mengobservasi perbuatan korupsi akan bernilai sebaliknya. Korupsi adalah perbuatan yang harus ditutupi rapat-rapat.

Popularitas akibat perbuatan keji korupsi adalah hal yang niscaya dihindari. Sebab, penayangan aib mereka merupakan sebuah pemberangusan kehormatan dan penurunan harga diri.

Koruptor, sejahat apa pun dia, pastilah menyadari bahwa korupsi merupakan perbuatan setan yang menyengsarakan rakyat. Namun, karena nafsu korupsi (corruption desire) yang menggila dan tidak mengenal batasan tersebut jauh lebih dominan daripada suara kejujurannya, semua dilahap dengan rakus.

Berupa Kebijakan Politik. Jika infotainment bisa menjadi kebijakan politik lembaga-lembaga pemberantas korupsi yang bersinergi dengan masyarakat dan dunia entertainment, setidaknya ada tiga poin utama yang bisa kita petik.

Pertama adalah penyadaran sosial yang masif bahwa korupsi benar-benar kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan harus dijadikan musuh bersama (common enemy).

Salah satu kegagalan paling fatal reformasi adalah ketidakmampuannya menyentuh level sosial budaya. Reformasi hanya mampu menggulingkan rezim Orde Baru tanpa mengubah perilaku koruptif birokratnya. Diharapkan, dengan kampanye sebagai musuh bersama ini, seluruh elemen bangsa akan bekerja sama secara sinergis melawan korupsi. Bagaimanapun, jika korupsi dianggap sebagai musuh bersama, ia akan sulit beradaptasi dengan kondisi yang ada.

Kedua, terapi kejut (shock therapy) bagi koruptor, terlebih para koruptor kakap yang memiliki backing kuat. Terapi kejut merupakan keniscayaan untuk menciptakan efek jera bagi mereka. Ketiga, infotainment jenis ini akan mampu mendorong persamaan emosi antara masyarakat dan lembaga-lembaga pemberantas epidemi sosial tersebut. Oleh karena korupsi sudah menjadi sistem yang melembaga, perlu optimalisasi dan sinergisitas aparat penegak hukum dan masyarakat luas.

Keterlibatan masyarakat secara aktif merupakan dasar sesungguhnya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Perlu Kehati-hatian. Yang lebih penting lagi, perlu kehati-hatian luar biasa pihak penyelenggara infotainment jenis ini. Hal itu disebabkan korupsi adalah persoalan hukum, bukan semata-mata persoalan emosi. Yang diungkapkan haruslah fakta, bukan melulu gosip. Jika salah bidik, alih-alih menimbulkan efek jera, yang muncul adalah tuntutan balik akibat pencemaran nama baik.

Hal itulah yang mesti menjadi kajian khusus pihak penyelenggara -yang saya yakini paling berkompeten adalah aparat penegak hukum sendiri- sehingga tidak menimbulkan fitnah.

Saat ini, Kejaksaan Agung hendak menerbitkan laporan yang berisi nama-nama para koruptor kakap yang melarikan diri beserta data diri lengkap kepada publik. Mereka yang sedang bersembunyi bakal dijadikan target operasi seluruh masyarakat. Mereka layaknya teroris yang diburu seluruh elemen bangsa.

Langkah itu, saya pikir, bisa dijadikan entry point untuk membuat sebuah infotainment khusus korupsi. Mengingat, ketidakefektifan pemberantasan korupsi, lebih-lebih masih bersifat tebang pilih, diperlukan perubahan radikal dalam strategi pemberantasan korupsi. Infotainment khusus korupsi dan koruptor yang dikemas menarik, edukatif, transparan, akurat, dan bertanggung jawab merupakan alternatif gila yang layak dipertimbangkan. Wallahu a

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan