Ingin Masuk karena Geregetan ...
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, yang juga Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Periode 2007-2011, Taufiq Effendi seusai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (25/6), mengatakan kepada Kompas, pendaftaran calon pimpinan KPK saat ini berlangsung bersamaan dengan pendaftaran para calon pimpinan atau anggota komisi lainnya, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Perlindungan Saksi. Akibatnya, sumber daya manusia juga tersedot ke komisi lainnya.
Ini, salah satu sebab, kata Taufiq Effendi.
Menurut dia, saat ini jumlah yang mendaftar sebagai calon pimpinan KPK sekitar 50 orang. Namun ia optimistis pada waktu penutupan, yaitu tanggal 3 Juli, jumlahnya bisa mencapai 200 calon sebagaimana diharapkan.
Bermacam-macam keinginan yang muncul dalam diri setiap orang yang mendaftar ke KPK saat ini. Nursal Baharuddin, Kepala Bagian Akuntansi dan Informasi Kekayaan Milik Negara Departemen Perdagangan, mengatakan, ia mendaftar karena ingin menguji nyali, khususnya saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Sani Alamsyah, mantan calon Bupati Majalengka tahun 2003, menjelaskan, ia tertarik mendaftar karena ingin berbakti di masa tuanya.
Biaya mahal
Mengenai sedikitnya jumlah pendaftar, Iwan Delano Mariel Siwy, pensiunan PNS Kanwil Departemen Hukum dan HAM Sulawesi Utara Manado, memprediksi hal ini akibat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan seorang pendaftar untuk mengurus persyaratan yang ditentukan panitia seleksi.
Iwan mengaku telah mengeluarkan dana Rp 800.000 untuk mengurus surat-surat. Untuk tes darah di RSCM saya mengeluarkan dana Rp 233.000, tes toraks Rp 68.000, jantung Rp 150.000, psikiater Rp 150.000, dan tes bebas narkoba Rp 105.000. Ini saya pikir mahal ya untuk mengurus syarat-syarat itu, kata Iwan.
Ketertarikan Iwan melamar menjadi calon pimpinan KPK karena ia merasa geregetan dengan tidak diadilinya mantan Presiden Soeharto.
Di Filipina saja, Estrada itu diseret ke pengadilan, Korea juga mantan presidennya diadili. Di Indonesia tidak, padahal bukti sudah banyak untuk menyeret Soeharto. Dan Soeharto telah menumpuk kekayaan luar biasa. Kalau tidak, kapan kita bisa menegakkan equality before the law, kata Iwan.
Rasa geregetan juga dialami Marsma (Purn) AU S Sukarno yang pernah menjabat Staf Ahli Kepala Staf AU zaman KASAU Hasnawi Asnan. Sukarno mengatakan ingin di masanya tuanya mengabdi ikut memberantas korupsi. Ia melihat korupsi di Indonesia sudah tidak karu-karuan, sementara sanksi yang dijatuhkan kepada koruptor tidak imbang dengan uang rakyat yang telah dikorupsi. Lihat saja BLBI, ratusan triliun rupiah hilang, tetapi mana yang masuk bui? kata mantan atase pertahanan di Madrid, Spanyol, ini dengan gusar.
Andaikan Sukarno terpilih, semoga ia mampu memasukkan para koruptor BLBI ke bui. Jangan sampai ia kelelahan seperti para pemimpin KPK sekarang yang sibuk menangkal cap tebang pilih. (VIN/HAR)
Sumber: Kompas, 26 Juni 2007