Istana Siap Copot Dua Menteri; Anggota Kabinet yang Tersangkut Kasus BI

Dua menteri yang disebut-sebut menerima aliran dana Bank Indonesia (BI), Paskah Suzetta dan M.S. Kaban, kelak harus rela kehilangan jabatan. Wapres Jusuf Kalla memastikan, Presiden SBY tak segan mencopot keduanya bila pengadilan dapat membuktikan keterlibatannya dalam kasus korupsi aliran dana BI.

''Kalau pengadilan menyatakan mereka bersalah, pasti akan kena (diganti, Red). Ketentuan undang-undangnya berbunyi seperti itu,'' ujar Jusuf Kalla dalam keterangan pers mendadak di kediaman dinas Wapres, Jalan Diponegoro, Jakarta, kemarin (30/7).

Paskah adalah menteri negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas. Sedangkan M.S. Kaban adalah menteri kehutanan. Sebelum menjadi anggota kabinet, mereka adalah anggota DPR. Mereka juga pernah duduk sebagai anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004.

Dalam sidang Senin (28/7) di Pengadilan Tipikor, anggota Komisi IX DPR yang terdakwa kasus aliran dana BI Hamka Yandhu membeberkan, seluruh anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 menerima aliran dana BI, termasuk Paskah dan Kaban. Paskah yang kala itu menjadi ketua Komisi IX, menerima Rp 1 miliar. Sedangkan Kaban yang menjabat ketua fraksi Partai Bulan Bintang (PBB) menerima cipratan Rp 300 juta. Kesaksian Hamka tersebut dibeber di bawah sumpah di depan majelis hakim.

Kalla mengakui, kesaksian Hamka di bawah sumpah. Namun, presiden saat ini tidak langsung dapat mencopot Paskah dan Kaban. Sebab, proses pengadilan masih berlangsung dan belum ada putusan yang menetapkan dua menteri itu bersalah.

Meski demikian, lanjut Kalla, bukan tidak mungkin presiden mencopot mereka dengan alasan moral hazard. ''Kalau ada indikasi seperti itu, kami punya syarat formal dan informal," kata Kalla.

Berdasarkan catatan koran ini, SBY pernah menggunakan alasan moral hazard untuk memberhentikan menteri. Pada reshuffle jilid kedua tahun lalu, presiden mencopot Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra karena diduga terlibat pencairan dana milik perusahaan Hutomo Mandala Putra di BNP Paribas. Padahal, dua menteri itu belum pernah diperiksa atas keterlibatan dalam kasus tersebut.

Setelah dicopot, Hamid ditugasi sebagai Dubes RI di Moskow. Sedangkan Yusril menolak tawaran jabatan Dubes RI di Kuala Lumpur.

Menurut Kalla, pemerintah tidak akan menghalangi dan mengintervensi proses hukum terhadap Kaban dan Paskah, termasuk kemungkinan KPK menyidiknya. Pemerintah juga akan legawa apabila pengadilan kelak memutus mereka bersalah. "Biarkan proses hukum berjalan. Apa pun yang terjadi di pengadilan, semua pihak akan menerimanya. Pemerintah tidak akan, katakanlah, menghalangi penyelidikan KPK atas apa yang terjadi," tegasnya.

Dari keterangan Hamka, anggota Fraksi Golkar periode 1999-2004 yang menerima aliran dana BI adalah Baharuddin Aritonang (sekarang anggota Badan Pemeriksa Keuangan), Abdullah Zaini (sekarang wakil ketua BPK), Antony Zeidra Abidin, Hafid Alwi, TN Nurlid, Ahmad Hafiz Zawawi, Asep Sujana, Bobi Suhadirman, Aji Ashar Muklis, Ryan Salampessy, Hamka Yandhu, Henky Baramuli, Reza Kemarala, dan Paskah Suzetta. Masing-masing menerima Rp 250 juta, kecuali Paskah dan Hamka Yandhu yang masing-masing menerima Rp 1 miliar dan Rp 500 juta.

Terkait 14 nama politikus Golkar yang disebut dalam kesaksian Hamka Yandhu, Kalla memastikan akan mencoretnya dari daftar caleg untuk Pemilu 2009. "Secara formal dan informal, Partai Golkar tentu hanya akan mencalonkan orang yang bersih," tegas ketua umum DPP Partai Golkar itu.

JK menekankan, calon legislator dari Partai Golkar harus punya dua syarat utama, yakni bersih dari kasus hukum serta punya surat keterangan kelakuan baik. "Orang yang terkena kasus seperti itu sulit dapat surat kelakuan baik. Kalau punya cacat, selain syarat internal partai, syarat pemilu tidak bisa ditembus orang yang punya cacat hukum dan moral," katanya.

Dukung KPK

Dari Semarang, Ketua MPR Hidayat Nurwahid mendukung proses hukum KPK dan Pengadilan Tipikor untuk mengungkap kasus aliran dana BI. Termasuk, kemungkinan penetapan keterlibatan Paskah dan Kaban. ''Kami sangat mendukung KPK untuk bekerja maksimal dan memprioritaskan hal ini supaya kepercayaan publik tumbuh," tutur Hidayat usai bermain bulutangkis bersama wartawan di GOR Tri Lomba Juang Semarang, kemarin (30/7).

Menurut Hidayat, pada prinsipnya asas praduga tak bersalah harus dikedepankan. KPK dan Pengadilan Tipikor juga diminta tanggap untuk menyimpulkan status keterlibatan mereka. ''Kalau bersalah, mereka harus dihukum. Sebaliknya, namanya harus direhabilitasi jika ternyata yang didakwakan itu tidak benar,'' jelas Hidayat.

Dia berharap kasus itu jangan sampai dibiarkan mengambang. Jika tak ada penyelesaian yang jelas, akan timbul persepsi masyarakat yang negatif terhadap penegakan hukum. "Sekali lagi, kita menghormati asas praduga tak bersalah. Kami berharap KPK segera menyelesaikan hal ini secara tuntas, jangan dibuat mengambang," jelasnya.

Apakah Paskah dan Kaban perlu dinonaktifkan dari jabatannya? Hidayat mengatakan, hal tersebut bergantung seberapa jauh KPK dan Pengadilan Tipikor membutuhkan keterangan dari kedua menteri tersebut. Apabila membutuhkan pemeriksaan intensif, presiden perlu mempertimbangkan penonaktifan mereka. Namun, kalau hanya sekali atau dua kali pemeriksaan, mereka tak perlu dinonaktifkan.

Langkah lanjutannya bergantung pada hasil pemeriksaan KPK. "Kalau tidak terbukti, ya tidak perlu nonaktif dan dipulihkan namanya. Kalau terbukti, barangkali presiden akan mengambil langkah politik," jelasnya. (noe/ton/jpnn/agm)

Sumber: Jawa Pos, 31 Juli 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan