Isu Tebang Pilih Bisa Dimanfaatkan Petualang
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono diingatkan agar dalam pemberantasan korupsi tidak dilakukan dengan diskriminatif. Jika pemberantasan korupsi masih tebang pilih, dikhawatirkan ketidakpercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi akan dimanfaatkan petualang politik yang tiba-tiba masuk di tengah jalan untuk menjatuhkan pemerintahan.
Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicated Sukardi Rinakit dalam diskusi yang diselenggarakan pengurus nasional Perhimpunan Jurnalis Indonesia bertema Kapitalisasi kepentingan Politik, Kasus Korupsi BLBI Tergadai, di Jakarta, Jumat (4/5). Selain Sukardi, hadir sebagai pembicara lain adalah pengamat ekonomi Faisal Basri, Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan, dan Ketua YLBHI Patra M Zen.
Sukardi mengatakan, dari hasil jajak pendapat, hanya dua penilaian yang dinilai baik terhadap kinerja Presiden Yudhoyono, yaitu pemberantasan korupsi dan keamanan, sementara yang lain, seperti kemiskinan dan pengangguran, dinilai buruk. Untuk itu, Presiden Yudhoyono diminta konsisten dengan pemberantasan korupsi. Pemerintah itu harus adil, siapa saja salah harus diseret. Ibarat makan bubur, sekarang dari pinggir dan kemudian ke tengah, kata Sukardi.
Kata Sukardi, pemerintah jangan hanya berkonsentrasi mencari koruptor yang buron ke luar negeri. Siapa bilang koruptor tidak ada yang masuk partai politik atau mendirikan partai politik? Yang paling susah menangkap koruptor yang masuk ke partai politik ini. Tetapi, pemberantasan korupsi menjadi susah kalau yang dicari cuma popularitas dan menjaga citra, ujar Sukardi.
Bahkan, Sukardi menilai, sering kali pemberantasan korupsi hanya menjadi swing isu (isu yang mengayunkan dari isu satu ke isu lain) dari isu yang dinilai penting. Misalnya, soal lumpur Lapindo Sidoarjo yang merupakan salah satu isu penting. Kalau saya mendapat masalah, misalnya, saya juga akan berusaha melakukan swing isu untuk mengalihkan dari masalah itu. Oleh karena itu, yang terpenting dari pemberantasan korupsi adalah kepemimpinan yang adil, ujar Sukardi.
Faisal menjelaskan, krisis ekonomi dan moneter tidak membuat bangsa Indonesia belajar untuk membuat kehidupan yang lebih baik. Ia menyoroti sikap pemerintah yang selalu memaafkan pengemplang dana BLBI.
Mereka sudah tidak punya niat baik, kok selalu diberi kesempatan. Padahal, mereka ini sungguh sebuah ancaman. Mereka bandar paling berkuasa di negeri ini daripada politisi, mereka masuk ke daging dan sumsum para politisi, mereka bisa mengatur undang-undang, ujar Faisal.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Syarief Hasan mengatakan, tidak ada politisasi dalam penanganan kasus BLBI. Ia meminta BPK melakukan audit ulang terhadap penyaluran dana BLBI.(VIN/mzw)
Sumber: Kompas, 7 Mei 2007