Itwilprov Periksa Dua Pejabat
Dugaan Penyimpangan di Bank Jateng Syariah
Inspektorat Wilayah Provinsi (Itwilprov) Jateng menelusuri dugaan penyimpangan di dua Bank Jateng Syariah senilai Rp 94 miliar.
Penyimpangan itu diduga melibatkan pejabat Pemprov dan internal bank tersebut. Itwilprov sudah memintai keterangan terduga yang disebut melakukan penyimpangan di Bank Jateng Syariah Cabang Semarang dan Solo.
Kepala Itwilprov Eddy Djoko Pramono mengatakan, pihaknya telah memeriksa dua orang yang diduga melakukan penyimpangan. Namun Eddy enggan menyebut dua nama itu.
“Sudah ada yang dimintai keterangan,” kata Eddy di Gedung DPRD Jateng, Senin (25/7).
Modusnya adalah menjaminkan surat perjanjian kerja (SPK) proyek/kegiatan untuk mendapatkan utang dari Bank Jateng Syariah. Namun setelah mendapatkan uang, kewajiban pelunasan tidak dilakukan.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jateng, Prajoko Haryanto menyayangkan adanya penyimpangan uang senilai Rp 94 miliar.
Dia mengaku sudah melakukan cek silang ke Itwilprov maupun Bank Jateng. Hasilnya, dua lembaga itu menyatakan ada dugaan penyimpangan dana. Bahkan, Itwilprov dan Bank Jateng sudah memeriksa terduga penyimpangan.
“Sinyalemen penyimpangan ini sudah lama didengar. Pejabat yang diperiksa ini berinisial Jr,” tandasnya.
Pejabat berinisial Jr yang diduga melakukan penyimpangan ini adalah staf ahli Gubernur Jateng Jarot Nugroho, mantan Kepala Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jateng.
Membantah
Namun Jarot membantah melakukan penyimpangan uang senilai Rp 94 miliar. Tetapi dia mengakui ada SPK yang dijaminkan oleh pihak ketiga ke Bank Jateng Syariah dan angsurannya sempat macet.
Masalah ini bermula dari penanganan tanggap darurat bencana Gunung Merapi tahun lalu. Ketika itu, menurut Jarot, BPBD mendapatkan alokasi anggaran Rp 15 miliar. Dana APBN ini dialokasikan pemerintah pusat untuk penanganan bencana di kawasan Gunung Merapi, yakni Magelang, Klaten, dan Boyolali. Untuk Magelang dan Klaten dialokasikan Rp 11,4 miliar, sedangkan Boyolali Rp 3,6 miliar.
Menurut dia, ada 14 item kegiatan sosial, ekonomi produktif, dan pembenahan infrastruktur. Dalam hal ini, pihaknya selaku kuasa pengguna anggaran mengeluarkan SPK dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). Dalam perkembangannya, SPK ini digunakan pelaksana proyek untuk meminjam uang ke Bank Jateng Syariah.
“Saya memberikan penjelasan kalau kegiatan itu memang ada, SPK tidak fiktif. Jika SPK digunakan untuk meminjam bank, saya tidak tahu menahu,” ujarnya.
Saat dia diperiksa, sepengetahuannya, ada kredit sekitar Rp 3 miliar yang tersendat. Namun tunggakan itu sudah diselesaikan. (J17,H23-43)
Sumber: Suara Merdeka, 25 Juli 2011
--------------
Dugaan Korupsi di Bank Jateng Syariah Diusut
Inspektorat Wilayah Provinsi Jawa Tengah menyelidiki dugaan korupsi di Bank Jateng Syariah cabang Semarang dan Solo sebesar Rp 94 miliar. Kepala Inspektorat Edi Pramono menyatakan pihaknya sedang memeriksa dua orang yang diduga terlibat kasus itu. "Kami masih melakukan penyelidikan," kata Pramono saat ditemui di sela acara Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, kemarin.
Sumber Tempo menyebutkan, mereka yang diduga ikut menikmati uang korupsi di Bank Jateng adalah pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan internal bank itu. Salah satu pejabat yang diduga terlibat adalah staf ahli Gubernur Jawa Tengah bidang pemerintahan, Jarot Nugroho.
Anggota Komisi C Bidang Keuangan dan Aset DPRD Jawa Tengah, Prajoko Haryanto, juga mengaku mendengar adanya dugaan tindak korupsi di Bank Jateng Syariah itu. Bahkan ia mengaku sudah mengklarifikasi informasi tersebut. "Kami juga sudah cross check ke Bank Jateng dan pihak lain, termasuk Bank Indonesia, memang ada dugaan ini," katanya. Prajoko menyebut salah satu pejabat yang diduga terlibat dalam kasus ini berinisial JR.
Ketua Fraksi Demokrat ini menjelaskan bahwa jumlah uang yang dikemplang mencapai Rp 94 miliar, yang terdiri atas sekitar Rp 16 miliar di Bank Jateng Syariah cabang Semarang dan sisanya terjadi di cabang Solo.
Kasus ini sudah berlangsung sekitar setahun yang lalu. Modus yang digunakan di antaranya meminjam uang ke bank itu dengan menggunakan surat keputusan palsu. Saat mendapatkan uang, si peminjam tidak mengangsur. Prajoko menyatakan sebagian uang itu ada yang digunakan secara pribadi untuk kepentingan usahanya. "Kasus ini bisa diusut sampai tuntas," ujarnya. Keberadaan Bank Jateng diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah. "Tapi justru uangnya hanya untuk rayahan."
Saat dimintai klarifikasi, Jarot membantah tuduhan itu. Dia mengaku telah dipanggil Inspektorat untuk dimintai keterangan. "Sudah saya jelaskan semuanya. Saya tidak tahu apa-apa dan tidak menikmati uang itu. Silakan cek rekening saya ataupun keluarga saya," katanya. ROFIUDDIN
Sumber: Koran Tempo, 26 Juli 2011