Jaksa Agung Dilawan DPR; Presiden Jangan Hentikan Kasus Hukum
Sikap Jaksa Agung meneruskan penanganan kasus dugaan korupsi APBD sebelum 26 Maret 2003 dilawan DPR maupun DPRD. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 telah terbukti bertentangan dengan undang-undang sehingga mestinya tidak berlaku sejak kelahirannya.
Kini semuanya tergantung sepenuhnya pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyikapi sikap Jaksa Agung yang dinilai berseberangan dengan rekomendasi Panitia Kerja Penegakan Hukum dan Pemerintahan Daerah DPR itu.
Ketua Panja DPR Trimedya Panjaitan (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Sumatera Utara II) di Jakarta, Sabtu (14/10), menyebutkan, sikap Jaksa Agung jelas berbeda dengan sikap DPR. Dengan DPR tetap berpegang pada rekomendasi Panja, sudah semestinya Presiden memahami risiko yang bakal dihadapi. Hubungan eksekutif dan legislatif menjadi taruhan, termasuk hambatan yang bakal muncul karena penolakan dari DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Risiko politik mesti diperhitungkan Presiden, katanya.
Trimedya sekali lagi menegaskan, sikap yang diambil DPR sudah lewat mekanisme pengkajian yang cukup. DPR tidak membabi buta dalam membela anggota DPRD. Dengan sikap Jaksa Agung yang melawan rekomendasi DPR, selain berharap pada Presiden, DPR juga mengingatkan Mahkamah Agung berikut jajarannya di daerah agar konsisten dengan putusan pembatalan PP No 110/2000.
Pada Jumat (13/10), Jaksa Agung menyatakan PP No 110/2000 masih merupakan hukum positif hingga 26 Maret 2003. Dengan demikian, kasus dugaan korupsi sebelum 26 Maret 2003 tetap bisa ditangani dengan PP No 110/2000 itu.
Namun, berbeda dengan Trimedya, Ketua DPR Agung Laksono (Fraksi Partai Golkar, DKI Jakarta I) dalam acara buka bersama di rumah dinasnya, Sabtu petang, justru bisa menerima pernyataan Jaksa Agung soal masa berlaku PP No 110/2000. Agung menyatakan DPR tidak melakukan intervensi terhadap proses hukum sehingga diharapkan pihak lain pun jangan terlalu emosional dengan menganggap DPR melakukan teror politik.
Dari daerah, Ahmad Adib Zain dari Forum Lintas 8 Partai Politik Jawa Barat di Bandung yang dihubungi Sabtu siang lebih sependapat dengan sikap Panja DPR. PP No 110/2000 sudah cacat dari lahir sehingga tidak bisa diberlakukan sejak awal. Dengan logika itu, Jaksa Agung tidak bisa menggunakannya untuk penyidikan dan penuntutan kasus korupsi penggunaan anggaran DPRD tahun 2001, 2002, dan sebelum 26 Maret 2006. Meski Jaksa Agung masih seperti itu, kami tetap mengharapkan Presiden mengikuti rekomendasi DPR dengan merehabilitasi anggota DPRD yang dijerat dengan PP No 110/2000 itu, kata Adib.
Trimedya menuding sikap Jaksa Agung sekadar pengalihan atas kegagalannya mengungkap kasus korupsi kakap. Ketika kasus korupsi besar tidak mampu ditangani, Jaksa Agung beralih bidikan pada anggota DPRD yang nilai dugaan korupsinya Rp 1,5 juta sampai Rp 100 juta.
Sebaliknya, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra, menilai sikap Jaksa Agung mesti didukung. Presiden tidak bisa menghentikan penegakan hukum yang dilakukan aparat kejaksaan. Bisa jadi sikap Jaksa Agung merupakan gambaran sikap Presiden karena itu pasti sudah didiskusikan lama karena bukan isu yang baru.
Yang mesti ditunggu berikutnya adalah konsistensi Jaksa Agung. Mestinya kasus yang sudah jelas posisi hukumnya segera dieksekusi. Dengan konsistensi sikap itulah DPR bisa dipahamkan bahwa pemerintah tidak bisa ditawar-tawar dengan sikap politik DPR. (DIK)
Sumber: Kompas, 16 Oktober 2006