Jaksa Akan Jemput Paksa; Selesaikan 26 Kasus Tersisa
Kejaksaan Tinggi Riau akan menjemput paksa Ramlan Zas, mantan Bupati Rokan Hulu, menyusul keluarnya surat perpanjangan penahanan dari Magkamah Agung tanggal 28 Desember 2007. Penjemputan paksa akan dilakukan karena sampai Minggu (6/1) Ramlan tidak diketahui keberadaannya.
Jaksa sudah melakukan pemanggilan sesuai prosedur. Penetapan perpanjangan sesuai surat Mahkamah Agung (MA) sudah disampaikan kepada orangnya. Apabila yang bersangkutan tidak juga datang, kami akan memanggil paksa, kata Darbin Pasaribu, Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, kemarin.
Pada 24 September 2007, Ramlan Zas dan Sekretaris Daerah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) Syarifudin Nasution dihukum penjara tiga tahun ditambah denda Rp 75 juta serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 3,054 miliar.
Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pengarayan menyatakan keduanya terbukti menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan dana APBD pada pos dana tidak tersangka tahun anggaran 2003. APBD Rohul tahun 2003 menyediakan dana tidak tersangka sebesar Rp 7,525 miliar. Namun, baru sampai Juni 2003, Ramlan sudah menandatangani pencairan dana sebesar Rp 12,6 miliar.
Untuk menutupi anggaran itu, Ramlan mengajukan APBD-Perubahan kepada DPRD Rohul sebesar Rp 5,7 miliar. Perubahan itu disetujui lewat Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2003. Meski tambahan dana tidak tersangka disetujui DPRD, menurut hakim, Ramlan bertindak sewenang-wenang.
Selain itu, dari pemeriksaan BPK Riau, ternyata sebanyak 196 item dari total 227 item pengeluaran tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak memiliki bukti pengeluaran yang cukup. Dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan itu mencapai Rp 3,054 miliar.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Riau memperkuat hukuman terhadap Ramlan dan Syarifudin dalam keputusan banding awal Desember 2007. Namun, Ramlan terpaksa dikeluarkan karena masa tahanan berakhir pada 22 Desember.
Sisa kasus
Sementara itu, LBH Padang meminta Kejati Sumatera Barat menuntaskan kasus korupsi, tidak hanya berhenti pada pengajuan berkas ke pengadilan.
Sedikitnya ada 79 kasus yang diduga merugikan negara Rp 104,059 miliar. Sebagian kasus masih terkatung-katung, terutama eksekusinya. Sebut saja, kasus korupsi 33 anggota DPRD Sumbar periode 1999-2004 yang, kalaupun asudah da keputusan MA, tetap belum dieksekusi, katanya.
Kepala Seksi Penyuluhan Hukum dan Humas Kejati Sumatera Barat Koswara mengatakan, kejaksaan berkonsentrasi menyelesaikan 26 kasus yang belum rampung tahun 2007. Selain mengungkap kasus korupsi baru pada tahun 2008, kami juga akan menyelesaikan tiga kasus besar itu. Ini sudah diinstruksikan pimpinan, kata Koswara. (ART/SAH)
Sumber: Kompas, 7 Januari 2008