Jangan Kompromi Terhadap Tersangka Korupsi
Jumat, 20 Februari 2009 jam 10.30-11.30 Indonesia Corruption Watch menggelar konferensi pers untuk menyikapi kebijakan Kejaksaan Agung terkait dengan penanganan perkara korupsi yaitu bagi tersangka kasus dugaan korupsi yang mengembalikan uang kerugian negara saat penyidikan perkara tak akan ditahan. Kebijakan tersebut dibuat dengan alasan untuk memaksimalkan pengembalian uang negara.
Berikut adalah detail Press Release tersebut:
JANGAN KOMPROMI TERHADAP TERSANGKA KORUPSI
Kejaksaan Agung beberapa hari lalu telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan penanganan perkara korupsi yaitu bagi tersangka kasus dugaan korupsi yang mengembalikan uang kerugian negara saat penyidikan perkara tak akan ditahan. Kebijakan tersebut dibuat dengan alasan untuk memaksimalkan pengembalian uang negara.
Kebijakan ini jelas merupakan langkah kompromi terhadap tersangka kasus korupsi dan justru kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi sehingga sudah selayaknya harus ditolak. Penolakan ini didasarkan pada sejumlah alasan.
Pertama, tidak memberikan efek jera (shock therapy) bagi pelaku korupsi. Harusnya kebijakan pengusutan dan penindakan dalam kasus korupsi, selain berorientasi mengembalikan uang negara (asset recovery), juga bertujuan menimbulkan efek jera. Salah satunya dengan menahan para tersangka. Tidak ditahannya tersangka korupsi (meskipun telah membayar kerugian negara) justru berdampak pada pengurangan efek jera atau bahkan tidak memberikan efek jera sama sekali.
Kedua, penghitungan kerugian negara rawan masih menimbulkan perbedaan. Proses penghitungan jumlah kerugian negara saat ini masih menimbulkan perbedaan penafsiran baik oleh Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan(BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun Pengadilan. Bukan tidak mungkin nilai yang dihitung oleh Kejaksaan jauh lebih kecil dari penghitungan lembaga lain. Menghitung kerugian negara lebih baik dilakukan di persidangan.
Ketiga, penyerahan asset rawan dimanipulasi. Apalagi jika pengembalian kerugian negara ini dilakukan dalam bentuk asset, bukan tidak mungkin asset yang diberikan oleh tersangka adalah asset bodong atau asset yang nilainya telah dinaikkan (markup). Praktik ini sering terjadi dalam beberapa kasus korupsi dana Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI). Mayoritas jaminan asset yang dijaminkan oleh debitur BLBI pada saat dijual, nilainya dapat merosot hingga 70 persen.
Keempat, kebijakan tidak menahannya tersangka yang mengembalikan uang hasil korupsi dikhawatirkan akan berlanjut pada kebijakan penghentian atau mem-peti es-kan suatu perkara korupsi atau mengalihkan pada kasus perdata. Kondisi bukan mustahil terjadi. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch, terdapat beberapa kasus korupsi dimana tersangka telah mengembalikan uang negara, namun kasusnya hingga saat ini belum berujung hingga ke pengadilan.
Kelima, seharusnya Kejaksaan Agung dapat mencontoh langkah yang ditempuh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada saat seseorang ditetapkan sebagai tersangka perkara korupsi, KPK langsung mengambil tindakan menahan tersangka, melakukan penelusuran asset (asset tracing), melakukan tindakan penyitaan asset milik tersagka, dan pencekalan. Keempat langkah ini justru efektif mengoptimalkan pengembaliaan uang negara yang dikorupsi. Penahanan yang dilakukan oleh KPK juga tidak menyurutkan langkah tersangka untuk mengembalikan uang negara dengan harapan akan dapat pengurangan tuntutan hukuman di Pengadilan.
Kebijakan ditahan atau tidak ditahan seorang tersangka, bukan didasarkan pada tindakan tersangka mengembalikan atau tidak mengembalikan uang negara yang dikorupsi. Namun kebijakan tidak menahan tersangka harus berpedoman pada ketentuan KUHAP khususnya pasal 21 ayat 1 yaitu apabila tersangka diyakini tidak akan mengulangi perbuatannya, tidak akan mengilangkan barang bukti, atau tidak akan melarikan diri.
Jikapun dianggap sebagai penghargaan (Reward) terhadap tersangka yang kooperatif dengan mengembalikan kerugian negara, langkah yang diambil oleh kejaksaan bukan dengan cara tidak menahan, namun kondisi tersebut harus menjadi dasar bagi jaksa untuk meringankan tuntutan hukuman bagi pelaku. Sekali lagi, jangan komprom terhadap pelaku korupsi. Tarik kebijakan yang memberikan keistimewaan bagi tersangka korupsi.
Indonesia Corruption Watch
Jakarta, 20 Februari 2009
DAFTAR SAKSI/TERSANGKA KORUPSI YANG MENGEMBALIKAN UANG NEGARA
(SEBELUM ADANYA VONIS HAKIM)
KEJAKSAAN AGUNG
No |
Dugaan Perkara Korupsi (nilai kerugian negara) |
Saksi/Tersangka |
Tahun |
Jumlah yang dkembalikan |
Instansi Yang menagani |
Keterangan
|
1. |
LAPAN |
Nurdinsyah Mokobombang |
2007 |
Rp 200 juta |
Kejagung |
Sudah dilimpahkan ke Pengadilan (namun meninggal dunia) |
2. |
Kredit macet PT Lativi Media Karya |
Abdul Latief (komisaris utama), Usman Dja'far (mantan dirut), dan Hasyim Sumiyana (mantan direktur keuangan) |
2007 |
Rp 368 miliar |
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan |
3. |
Kredit macet PT Kiani Kertas pada Bank Mandiri |
- |
2007 |
USD 234 juta |
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan |
4. |
Kredit macet PT Bahtera Cita Sakti ke Bank BNI |
Jarot Ramlan Suseno, Retno Salamoan dan Hendrajanto Martasakti |
2008 |
Rp 23,3 miliar |
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan Sudah setor ke dana penitipan Kejagung di BRI Kebayoran Baru |
5. |
Departemen ESDM |
Sumartho Manansyah S, Muhammad Nur Hidayat dan Darwin Abbas |
2008 |
Rp 5,9 miliar |
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan
Sudah setor ke Rekening dana titipan Kejari Jakarta Selatan di BNI Pasar Mayestik |
6. |
Dana Prajurit di PT Asabri |
Tan Kian, Direktur Utama PT Permata Birama Sakti |
2008 |
USD 13 juta |
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan
Sudah setor ke dana penitipan Kejagung di BRI Kebayoran Baru |
7. |
Pengadaan kapal roro fiktif di PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (USD 2,8 juta) |
Sumiarso Sonny, Sonathan Halim Yusuf dan Lutfi Ismail |
2008 |
Rp 5 miliar
USD 1,5 juta
|
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan Rp 5 miliar disetor dana penitipan Kejagung di BRI Kebayoran Baru dan US$ 1,5 juta diterima PT ASDP. |
8. |
Kredit macet PT Oso Bali Cemerlang pada Bank Mandiri |
Chandra Wijaya |
2008 |
Rp 161 miliar |
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan Uang dikembalikan ke PT Bank Mandiri |
9. |
Kredit Usaha Tani Koperasi Kebun Permai |
Yoki Kusuma |
2008 |
Rp 525 juta |
Kejagung |
Sudah disetor rekening dana penitipan Kejagung di BRI Kebayoran Baru. |
10. |
Sisminbakum |
Syamsuddin Manan Sinaga, mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Dephukham |
2009 |
Rp 66,9 juta |
Kejagung |
Belum dilimpahkan ke pengadilan |
Dok. ICW diolah dari berbagai sumber media
Cat. Tidak semua tersangka ditahan
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
No |
Dugaan Perkara Korupsi (nilai kerugian negara) |
Saksi/Tersangka |
Tahun |
Jumlah yang dkembalikan |
Instansi Yang menagani |
Keterangan |
1. |
Dana Taktis KPU (Rp 20 miliar) |
Dirahasilakan oleh KPK |
2005 |
US$79 ribu plus Rp342 juta |
KPK |
Tidak jelas |
2. |
Dana taktis KPU |
Sudji Darmono dan Ishak Harahap (ejabat Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan) |
2005 |
US$ 20 ribu dan Rp 40 juta. US$ 40 ribu dan Rp 20 juta. |
KPK |
Telah divonis 4 tahun |
3. |
Gartifikasi kepada Ketua Tim Audit BPK (Rp 555 juta) |
Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Japiten Nainggolan |
2005 |
Rp 555 juta |
KPK |
Tidak jelas |
4. |
Suap untuk audit KPU |
Wakil Ketua BPK Abdullah Zaini |
2005 |
Rp 100 juta |
KPK |
Tidak jelas |
5. |
Suap untuk audit KPU |
M Priono Salah seorang anggota Tim Audit BPK |
2005 |
Rp 50 juta |
KPK |
Tidak jelas |
6. |
Dugaan Mark Up harga dalam proyek buku keputusan KPU |
Irzal Yunus PT Perca, perusahaan rekanan KPU |
2005 |
Rp 2,71 miliar |
KPK |
Tidak jelas |
7. |
Kasus Suap Probosutdjo |
Harini |
2005 |
Rp. 900 juta |
KPK |
Divonis 4 tahun penjara |
8. |
Kasus Suap Probosutdjo |
Hakim Pengadilan Tinggi di Jakarta |
2005 |
Rp 2 miliar |
KPK |
Tidak jelas |
9. |
Program Tahun Investasi (Indonesia Investment Year) tahun 2003-2004 (Rp 32 miliar) |
Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM Theo F Toemion |
2006 |
Rp 27 miliar |
KPK |
Divonis 6 tahun penjara |
10. |
Pengadaan pemancar RRI (Rp 20,2 miliar) |
Fahrani Suhaimi Direktur CV Budi Daya |
2006 |
Rp 8,5 miliar |
KPK |
Divonis 6 tahun penjara |
11. |
Pemerasan saksi kasus korupsi PT Industri Sandang Nusantara itu |
AKP Suparman, mantan penyidik KPK |
2005 |
Rp 100 juta |
KPK |
Divonis 8 tahun penjara |
12. |
Proyek renovasi mess KBRI di Singapura (Rp 6,416 miliar) |
Muhamad Slamet Hidayat, bekas Duta Besar Singapura |
2008 |
Sin$ 1,134 juta |
KPK |
Divonis 3 tahun penjara |
13. |
Pengadaan mobil pemadam kebakaran dari rekanan PT Istana Sarana Raya |
Amiruddin Maula, mantan Walikota Makassar, Sulawesi Selatan periode 1999-2004 |
2007 |
Rp600 juta |
KPK |
Divonis 4 tahun penjara |
14. |
Pengadaan 1.000 hektare lahan kelapa sawit di Beura Kaltim |
Martias alias Pung Kian Hua |
2008 |
Rp346 miliar |
KPK |
Divonis 18 bulan penjara |
15. |
penyalahgunaan dana perimbangan sektor minyak bumi dan gas, dan proyek uji kelayakan (feasibility studies) Bandara Kukar |
Bupati (nonaktif) Kutai Kartanegara (Kukar) Syaukani Hassan Rais |
2007 |
Rp 34,363 miliar |
KPK |
Divonis 2,5 tahun |
16. |
Pengadaan mobil pemadam kebakaran dan alat berat di Jawa Barat (Rp 50 miliar) |
Wahyu Kurniawan dan Yusuf Setiawan |
2008 |
Yusuf Setiawan (Rp 2 miliar) Wahyu (Rp 675 juta) |
KPK |
Dalam proses pengadilan |
17. |
Penetapan tarif ganda keimigrasian di Malaysia |
Mantan Konsulat Jenderal Kinabalu Muhammad Sukarna |
2008 |
Rp 2,5 miliar |
KPK |
Dalam proses pengadilan |
18. |
Penggunaan APBD 2003-2005 Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur |
Setiabudi, anggota DPRD Kutai dari Partai Golkar |
2008 |
Rp7 miliar |
KPK |
Dalam proses pengadilan |
19. |
Pengadaan mobil pemadam kebakaran dan alat berat di Jawa Barat (Rp 50 miliar) |
Mantan Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan |
2008 |
Rp 1,3 miliar |
KPK |
Belum dilimpahkan ke pengadilan |
Dok. ICW diolah dari berbagai sumber media