Jumlah Harta Calon Hakim Agung Dipersoalkan
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan banyaknya lahan yang dimiliki calon hakim agung Zaharudin Utama dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum DPR kemarin. Macam-macam luasnya, ada yang 5.000, 10 ribu, dan 15 ribu meter persegi, kata anggota Komisi Hukum DPR, Agun Gunandar Sudarsa, kemarin.
Senada dengan Agun, anggota Komisi Hukum dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Yasonna H. Laoly, juga mempertanyakan status ribuan meter persegi tanah yang dimilikinya, padahal penghasilannya sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Manado Rp 15,7 juta tiap bulan.
Menanggapi pertanyaan ini, Zaharudin mengatakan seluruh kekayaannya termasuk ribuan meter persegi tanah yang dipertanyakan anggota Dewan sudah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dengan nilai total Rp 1,2 miliar.
Lahan itu, kata dia, diperoleh ketika menjadi penyuluh dan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) dalam kegiatan ABRI Masuk Desa.
Lahan di daerah tersebut, kata dia, diberikan oleh tetua adat kepada jajaran Muspida sebagai ucapan terima kasih karena telah membuka lahan yang tadinya hutan menjadi lahan produktif, seperti perkebunan cengkeh, kelapa, sawah, dan tegalan.
Masing-masing anggota Muspida diberi lahan, katanya. Namun, saat ini tanah yang diberikan itu sedang dipersengketakan karena anak-cucu tetua daerah tadi meminta agar lahan tersebut dikembalikan kepada mereka. Setelah reformasi, masyarakat ingin memiliki tanah-tanah itu, ujar Zaharudin.
Mengenai tanah yang masih dipersengketakan, Zaharudin mengatakan dirinya tidak akan mempermasalahkan jika masyarakat ingin memiliki lahan tersebut. Kalau masyarakat ingin mengusahakan lahan itu, silakan saja, ujarnya.
Kemarin Komisi Hukum sedang melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap empat calon hakim agung, yakni Muhammad Saleh (Ketua Pengadilan Tinggi Tanjung Karang), Muhammad Zaharudin Utama (Ketua Pengadilan Tinggi Manado), Hatta Ali (Direktur Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung), dan Mukhtar Zamzami (Ketua Pengadilan Tinggi Agama Palembang). Rini Kustiani
Sumber: Koran Tempo, 5 Juli 2007