Jusuf Kalla soal Adiwarsita Adinegoro; Partai Golkar Bukan Bungker Koruptor
Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang juga Wakil Presiden RI menegaskan bahwa Partai Golkar bukan bungker atau tempat perlindungan para koruptor. Dia menjanjikan Partai Golkar tidak akan memberikan perlindungan hukum kepada orang-orang yang bersalah dan telah merugikan keuangan negara.
Pernyataan itu disampaikan Kalla kepada pers sebelum memimpin Rapat Pengurus Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Slipi, Jakarta, Kamis (23/12) malam.
Rapat tersebut merupakan rapat pertama Kalla setelah terpilih sebagai ketua umum dalam Musyawarah Nasional VII Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, pekan lalu.
Golkar bukan bungker orang-orang yang salah. Kalau memang salah, ya salah. Golkar tidak akan melibatkan diri, kecuali yang teraniaya, ucap Jusuf Kalla ketika ditanya pers soal penahanan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar yang juga mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Adiwarsita Adinegoro dalam kasus korupsi.
Dia juga menegaskan bahwa Jaksa Agung memang telah diperintahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memeriksa koruptor.
Namun, Ketua DPP Partai Golkar Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Muladi yang ditemui wartawan di tempat sama menegaskan bahwa Partai Golkar akan memberikan advokasi kepada kader Partai Golkar yang mengalami kasus hukum. Kami akan menyiapkan penasihat hukum bagi mereka sebagai tradisi positif dari Partai Golkar, katanya.
Terkait dengan kasus Adiwarsita, sebelum diangkat menjadi pengurus DPP Partai Golkar, dirinya juga pernah memberikan kesaksian ahli pada Jaksa Agung. Sekarang setelah menjadi Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM, kalau dia menghendaki akan kami beri bantuan hukum, kata Muladi.
Ditanya apakah Golkar akan meminta penangguhan penahanan, Muladi belum bisa memastikan. Kita lihat perkembangannya dulu, ucapnya.
Praperadilankan Kejagung
Tim penasihat hukum Adiwarsita dan A Fattah, mantan Wakil Ketua Umum APHI, menilai penahanan Adiwarsita tidak memiliki kepentingan mendesak. Mereka bahkan menilai penahanan Adiwarsita dan Fattah sewenang-wenang dan dipaksakan.
Kedua tersangka dituduh korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 28 miliar dan 4 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Anggota tim penasihat hukum keduanya, Mohammad Assegaf, menegaskan hal itu selepas menemui keduanya di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Kamis sore. Tidak jelasnya urgensi penahanan tersebut merupakan alasan bagi tim penasihat hukum untuk mempraperadilankan Kejagung, yang diharapkan dapat diajukan pekan depan.
Kemarin (Rabu, 22/12), langsung kami putuskan bahwa langkah-langkah tersebut akan kami ambil. Sekarang sedang kami siapkan drafnya, ujar Assegaf.
Menurut Assegaf, sebenarnya ada dua hal yang dipertimbangkan oleh tim penasihat hukum, yang akan dilakukan untuk menyikapi penahanan Adiwarsita dan A Fattah. Dua hal itu adalah penangguhan penahanan dan mempraperadilankan Kejaksaan Agung.
Assegaf yang datang tanpa didampingi anggota tim penasihat lain mengaku seluruh tim penasihat kaget dengan keputusan Kejagung untuk menahan tersangka.
Tim penasihat hukum tidak melihat kebenaran alasan penahanan sebagaimana disampaikan Kejagung, antara lain khawatir melarikan diri. Selain itu, pada Januari 2003 sudah pernah dikeluarkan hasil penyelidikan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) tentang kasus serupa, yang menyebutkan tidak ada unsur tindak pidana.
Tentu menjadi tanda tanya. Dulu menyatakan tidak ada tindak pidana, sekarang menyatakan ada tindak pidana, bahkan ditahan. Itu tentunya menjadi alasan bagi kami untuk mempermasalahkan proses pemeriksaan perkara ini. Setidaknya bisa menjadi bahan untuk proses praperadilan, papar Assegaf.
Ditanya mengenai pihak-pihak yang disebut Kejagung telah menerima dana dari dana APHI yang diduga disalahgunakan, yakni Imam Kuncoro dan Yayasan Raudlatul Jannah, Assegaf mengaku tak tahu.
Sepanjang mendampingi kedua tersangka saat diperiksa penyidik Kejagung, Rabu, pertanyaan disampaikan secara tertulis, yang dijawab tertulis juga.
Namun, setiap pertanyaan- yang berjumlah lebih kurang 30-dilampiri dengan cek atau fotokopi cek tanda bukti penggunaan uang. Kendati demikian, Assegaf yakin bahwa Yayasan Raudlatul Jannah yang dimaksud merupakan yayasan yang sama dengan kasus penyalahgunaan dana nonbudgeter Bulog, tetapi jauh sebelum peristiwa dugaan penyalahgunaan dana tersebut oleh mantan Ketua DPR Akbar Tandjung.
Cekal
Jamintel Kejagung Basrie Arief yang dihubungi melalui telepon, Kamis malam, mengakui, surat berisi kebijakan cegah tangkal atas empat tersangka kasus penyalahgunaan dana APHI sudah disiapkan. Menurut rencana, Jumat ini, surat itu siap dikeluarkan.
Sebagaimana disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Soehandojo, Kamis siang, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sudah mengirimkan surat permohonan cekal kepada Jamintel Kejagung.
Kebijakan cekal ditujukan bagi keempat tersangka, yakni Adiwarsita dan A Fattah serta Zain Mansyur dan Yusran Sarif yang belum memenuhi panggilan Kejagung untuk diperiksa.
Menanggapi kebijakan cekal tersebut, Assegaf berpendapat tidak ada masalah jika keempatnya dicekal Kejaksaan Agung.
Kemarin, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyempatkan diri menjenguk Adiwarsita di Rumah Tahanan Kejagung melalui lorong-lorong gedung di Kejagung sehingga terhindar dari perhatian wartawan. Kunjungan Jaksa Agung itu diungkapkan Assegaf kepada pers, meneruskan cerita Adiwarsita.
Jaksa Agung hanya menanyakan apakah ada nyamuk, kata Assegaf. (sut/idr)
Sumber: Kompas, 24 Desember 2004