Kaban Siap Diperiksa

Menteri Kehutanan M.S. Kaban membuka pintu bila KPK menggeledah kantornya. Dia pun siap diperiksa bila dibutuhkan.

Siap saja. Kapan pun saya akan dipanggil, ujarnya saat menghadiri acara gerakan tanam pohon di hutan Gunung Kebo, Desa Sambirejo, Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, kemarin.

Kaban mengatakan hal itu menanggapi desakan Ketua DPR Agung Laksono yang meminta KPK juga memeriksa intansi lain terkait pengalihan fungsi hutan di Bintan dan Sumsel. Proses alih fungsi hutan itu juga melibatkan Departemen Kehutanan dan LIPI.

Menteri yang juga ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menegaskan, dalam kasus alih fungsi lahan hutan lindung menjadi permukiman dan industri (kasus Bintan), tidak ada yang menyalahi aturan hukum. Semua sudah sesuai dengan undang-undang. Nggak ada masalah kok, katanya.

Siapa pun, kata dia, boleh memfungsikan hutan lindung dengan catatan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah. Syarat itu melalui proses penelitian tim terpadu dan mendapatkan persetujuan DPR. Mangga. Silakan. Asal ya itu, syaratnya harus dipenuhi. Kalau tidak, ya nggak bisa dong, ujarnya lagi.

Kaban akan menjadikan kasus alih fungsi lahan hutan lindung menjadi permukiman dan industri itu sebagai pelajaran yang sangat berharga. Ke depan, dia berjanji akan lebih selektif, ketat, dan jeli ketika ada proyek serupa.

Aliran Dana

PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) siap membantu menelusuri aliran dana terkait kasus Al Amin. Kalau diminta, tentu kami akan siap membantu. Ini sesuai dengan isi MoU kami (PPATK) dengan KPK, kata Direktur Hukum dan Regulasi PPATK I Ketut Sudiharsa saat dihubungi koran ini tadi malam (1/5).

Proses penelusuran aliran dana, lanjut Sudiharsa, dapat dilaksanakan di rekening anggota DPR, Dephut, Dinas Kehutanan Pemkab Bintan, dan Setda Pemkab Bintan.

Sudiharsa belum bisa memastikan apakah KPK sudah melayangkan surat berisi permintaan bantuan pelacakan rekening. Saya nggak bisa kasih informasi. Tetapi, bisa saja permintaan itu langsung melalui liaison officer kami di KPK, jelas Sudiharsa.

KPK Diminta Gerak Cepat
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh meminta KPK tidak berkutat pada penggeledahan di DPR saja, tetapi juga menelusuri dokumen-dokumen di Dephut, Dinas Kehutanan Pemkab Bintan, dan Setda Pemkab Bintan. Kalau berhenti di DPR, dikhawatirkan akan tendensius. KPK harus punya agenda (penggeledahan) yang kompherensif, ujar Fahmi saat dihubungi kemarin (1/5).

Dia menambahkan, selain penggeledahan, KPK diminta tidak hanya memeriksa Al Amin, namun juga berani mengungkap siapa di balik Al Amin. Sebab, ada dugaan, dia (Al Amin) hanya operator, jelas Fahmi.

Dukungan agar KPK segera mengembangkan penyidikan ke Dephut juga muncul dari Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM Denny Indrayana. Menurut Denny, karakteristik dari kasus korupsi alih fungsi hutan di Bintan dan Sumsel adalah jaringan. Ini adalah jaringan perizinan. Seharusnya ada pembongkaran menyeluruh karena ini karakteristiknya bukan perorangan, kata Denny kemarin.

Dia menjelaskan, jaringan perizinan tersebut tidak hanya melibatkan mereka yang berada di legislatif, dalam hal ini Komisi IV DPR. Namun, instansi terkait juga terlibat, baik di daerah maupun pusat. Levelnya bisa bupati, gubernur, dan DPRD. Jadi, wilayah-wilayah yang berkaitan dengan keluarnya izin, ujarnya.

Denny juga meminta KPK segera melakukan penggeledahan jika telah menetapkan tersangka. Itu menyikapi lambannya penggeledahan di DPR yang harus menunggu hampir tiga minggu dari penetapan tersangka Al Amin Nasution. Ke depan, begitu tertangkap tangan, langsung geledah dalam waktu 1 x 24 jam, tegasnya. (agm/fal/kar)

Sumber: Jawa Pos, 2 Mei 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan