Kajati: Jaksa Nakal Patut Dijadikan Bahan Mawas Diri
Meski mengaku belum pernah menerima laporan dari masyarakat, Kejaksaan Agung maupun Komisi Kejaksaan (KJ), Kepala Kejati Jateng Moch Ismail menyatakan, hendaknya sinyal yang diungkapkan Jaksa Agung mengenai laporan KJ tentang jaksa nakal di Jateng, patut dijadikan bahan untuk mawas diri.
Kejaksaan harus mawas diri dong, meski aku sebenarnya masih tanda tanya, soalnya sampai sekarang aku belum terima satu pun laporan dari masyarakat tentang jaksa nakal di Jateng. Maksudnya, si jaksa A, jaksa B, jaksa C, yang dimaksud nakal itu. Laporan KJ yang disampaikan ke Jaksa Agung juga turun kemari, tuturnya, belum lama ini.
Menyikapi masalah tersebut, Kajati menuturkan, pihaknya akan berhati-hati dalam mengambil tindakan. Sebab, persoalan tersebut menyangkut nasib karir seseorang. Karenanya, sebelum menindak, harus ada bukti-bukti kuat terlebih dahulu.
Sebelumnya, sejumlah pengamat berpendapat, ungkapan Jaksa Agung tentang jaksa nakal itu bukan hanya pemanis bibir pejabat baru.
Namun jika terbukti, kejaksaan diminta melakukan tindakan tegas. Argumen itu disampaikan Dekan FH Unissula Semarang Rahmat Bowo Suharto SH MH, peneliti Lembaga Studi Teranova Andreas Pandiangan, Koordinator KP2KKN Jateng Abhan Misbah, Direktur Pukat Korupsi FH UGM Denny Indrayana, dan Dekan FH UNS Dr Adi Sulistiyono.
Guru Besar Emeritus Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang Prof Satjipto Rahardjo dihubungi semalam mengatakan, fenomena tentang jaksa nakal secara jelas dan kongkret ditulis, saat ini baru ada satu, yaitu disertasi yang dibuat mantan jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi Jateng, Dr Yudi Kristiana SH MHum.
Menurut dia, sesuai dengan analisis Dr Yudi Kristiana, penyimpangan di kejaksaan dimungkinkan terjadi karena struktur kejaksaan sendiri terdapat lubang-lubang yang kalau orang hendak memanfaatkannya untuk melakukan hal-hal yang negatif, maka terjadilah penyelewengan itu.
Prof Tjip -panggilan akrab Satjipto Rahardjo- berargumen, hendaklah disertasi Yudi Kristiana tersebut dapat menjadi masukan bagi Jaksa Agung, paling tidak supaya lubang-lubang dimaksud bisa dicegah.
Karena mengubah sistem itu memang tidak mudah. Saya selaku penguji disertasi itu dalam sidang sudah berpesan, agar disertasi itu dibaca dulu oleh petinggi-petinggi kejaksaan. Jangan apriori dulu. Karena disertasi tersebut dibuat melalui penelitian dan diungkap oleh orang dalam sendiri, yang tahu seluk-beluk kejaksaan. Jangan hanya mendengar hal yang indah tentang kejaksaan, karena itu akan menyesatkan, tutur Prof Tjip. (H30-41)
Sumber: Suara Merdeka, 4 Juni 2007