Kakek 83 Tahun Masih Jadi Buron; Lesmana Basuki, Koruptor yang Tayang di TV
Salah seorang koruptor yang wajahnya ditayangkan di televisi adalah Lesmana Basuki, bos PT Sejahtera Bank Umum (SBU). Umurnya 83 tahun dan dinyatakan buron sejak akhir 2000.
Dia menolak dijebloskan ke Lapas Cipinang. Dia memilih menghindari eksekusi atas putusan dua tahun penjara kasus korupsi penjualan surat-surat berharga berupa commercial paper (CP) serta medium term notes (MTN) PT Hutama Karya yang merugikan negara Rp 209,35 miliar dan USD 105 juta.
Eksekusi untuk Lesmana itu berdasar Putusan Kasasi No 360/K/Pid/2000 yang dikeluarkan pada 25 Juli 2000. Selain pidana penjara, kakek kelahiran 13 Januari 1923 tersebut harus membayar denda Rp 25 juta, subsider empat bulan, dan membayar uang pengganti Rp 15,361 miliar.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan, Lesmana merupakan salah seorang di antara 14 buron yang ditayangkan di televisi. Dia berharap, dengan penayangan tersebut, masyarakat yang mengetahui gerak-gerik serta alamat buron bisa melapor ke bagian Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejagung.
Saya meminta partisipasi masyarakat, kata Kapuspenkum I Wayan Pasek Suarta di Gedung Kejagung kemarin. Masyarakat yang mengetahui bisa menghubungi hotline 021-7236510 atau mendatangi kantor kejaksaan terdekat.
Dengan penayangan Lesmana tersebut, kejaksaan praktis telah merilis tiga buron lewat layar kaca. Sebelumnya, dua buron yang ditayangkan adalah buron kasus Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Sudjiono Timan dan buron kasus BLBI Bank Harapan Sentosa (BHS) sekaligus kerabat Hendra Rahardja, Eko Edi Putranto.
Puspenkum Kejagung merilis sejumlah identitas pendukung Lesmana. Pria lanjut usia tersebut beralamat di Jalan Padalarang 14, Menteng, Jakarta Pusat. Ciri-ciri fisik, antara lain, tinggi badan 170 sentimeter, berkulit putih, bentuk muka bulat telur, mata sipit, telinga lebar, dan berambut lurus hitam. Lesmana juga mengenakan kacamata, jelas Pasek.
Lesmana diburu karena dirinya sebagai Presdir PT SBU bersama terdakwa Tony Suherman sebagai direktur operasional PT SBU menjual surat-surat berharga berupa CP dan MTN atas tanggungan PT Hutama Karya pada Mei 1994 hingga Februari 1998, bertempat di Kantor PT SBU, Jalan Wahid Hasyim 65, Jakarta Pusat.
Dana hasil penjualan CP dan MTN yang di-arrange PT SBU tersebut dimasukkan ke rekening konsorsium Hutama Yala bernomor 08-11666-45 di PT SBU Cabang Hayam Wuruk. Padahal, dana itu seharusnya diserahkan ke rekening PT Hutama Karya. Selain itu, hasil penjualan surat berharga dalam rekening tersebut digunakan untuk melunasi CP atau MTN yang jatuh tempo. Seharusnya, pelunasan tersebut berasal dari uang yang diputar PT Hutama Karya.
Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Muchtar Arifin mengaku, sejak program penayangan buron diluncurkan, respons masyarakat sangat rendah. Buktinya, belum seorang pun melaporkan keberadaan buron yang telah ditayangkan di televisi. Saya meminta agar media (massa) lebih mengintensifkan program tersebut, tegasnya di Gedung Kejagung kemarin. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 7 November 2006