Kalla Minta Dugaan Korupsi BRR Diselidiki

Kuntoro mengakui ada penunjukan langsung dalam pengadaan peralatan kantor.

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (BRR) menyelidiki dugaan korupsi yang diadukan Indonesia Corruption Watch. Yang seperti ini perlu diperhatikan, kata Kalla seperti ditirukan Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto dalam keterangan persnya kemarin.

Dia menemui Kalla untuk melaporkan tindak lanjut terhadap laporan dugaan korupsi di BRR. Kalla, kata dia, meminta penanganan kasus dugaan korupsi tidak mengganggu BRR dalam menjalankan tugasnya.

Menurut Kuntoro, BRR tengah mengumpulkan dokumen proyek yang disangka ada tindak korupsinya untuk mempelajari terjadinya penunjukan langsung. BRR juga melakukan pemeriksaan internal terhadap stafnya yang terkait dengan proyek tersebut. Dugaan korupsi tersebut, kata dia, sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia menegaskan, sejauh ini, belum ditemukan adanya korupsi dalam proyek-proyek BRR. Yang ada mungkin penyimpangan atau ingin mempercepat prosedur atas nama kecepatan dan kedaruratan, ujarnya.

Mantan Menteri Pertambangan dan Energi itu mengakui ada penunjukan langsung, misalnya, dalam pengadaan peralatan kantor. Namun, ia meminta penunjukan langsung itu dilihat dalam konteks kedaruratan yang ada saat itu. BRR, kata dia, selalu berupaya mengikuti prosedur, tapi saat itu mungkin terjadi ketergesaan sehingga ada prosedur yang terlewati. Proses tender, menurut Kuntoro, memakan waktu 59 hari, tapi karena keterbatasan waktu, BRR tidak bisa menunggu selama itu.

Karena desakan waktu, akhirnya BRR mengambil pendekatan selain tender, yakni penunjukan atau pemilihan langsung untuk mempercepat prosesnya. Kuntoro mengatakan penunjukan yang dilakukan itu dalam kondisi darurat, maka penunjukan langsung seharusnya bisa diterima. Sebab, jika itu tidak dilakukan, kata dia, BRR tidak dapat bekerja.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch menengarai terjadi tindak korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 23,96 miliar dalam proyek BRR. Proyek tersebut antara lain percetakan dan penyusunan buku, pengadaan inventaris kantor, penunjukan konsultan media, dan pemusnahan obat kedaluwarsa.

Kuntoro mengakui ada percepatan dalam proyek pencetakan buku Satu Tahun Tsunami, Enam Bulan BRR, dan Satu Tahun BRR karena BRR harus segera membuat laporan kepada Presiden dan Wakil Presiden. Mengenai harga pencetakan buku yang dinilai tidak realistis, dia mengaku masih mengkajinya.

Sedangkan soal pemusnahan obat, Kuntoro berkeras bahwa Holcim ditunjuk karena pabrik itu satu-satunya pabrik semen yang memiliki izin pemusnahan limbah berbahaya.

Pelaksana Tugas Sekretaris BRR Kamaruzzaman awal pekan ini mengungkapkan, dua pekan lalu, Kejaksaan Tinggi Nanggroe Aceh Darussalam telah meminta keterangan lima orang anggota panitia pengadaan buku tentang setahun peran BRR. Ia juga menegaskan kelima proyek yang dipermasalahkan Indonesia Corruption Watch sama sekali tidak bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 tentang Tender dan Keputusan Presiden Nomor 70 tentang Tiga Kelonggaran untuk BRR, yaitu penunjukan langsung pembangunan perumahan, penunjukan langsung perencanaan, dan penunjukan langsung kontrak tahun jamak. OKTAMANDJAYA WIGUNA

Sumber: Koran Tempo, 1 September 2006
-------------
Ketua BRR Akui Ada Penyimpangan Prosedur

Ketua Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Masyarakat dan Wilayah Nanggroe Aceh Darusallam dan Nias Kuntoro Mangkusubroto mengakui adanya penyimpangan prosedur tender, yaitu penunjukan langsung, seperti pengadaan peralatan kantor, di antaranya perangkat komputer dan sebagainya.

Penyimpangan prosedur itu dilakukan karena kondisi Aceh tahun 2005 pascaterjadinya bencana gempa bumi dan tsunami. Pada tahun itu BRR baru saja didirikan dan belum memiliki sarana dan prasarana, tetapi harus segera berjalan.

Demikian kata Kuntoro menjawab pers, seusai diterima Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (31/8). Dalam pertemuan itu, Kuntoro mengaku melaporkan tindak lanjut penanganan tuduhan korupsi yang dialamatkan oleh Indonesia Corruption Watch.

Suasana darurat waktu tahun 2005 lalu itu sangat menonjol. Namun, dalam suasana itu, kita berusaha mengikuti prosedur, meski terjadi ketergesaan karena didesak waktu. Saya kira itulah yang terjadi. Jika dilakukan tender, waktu yang diperlukan sebanyak 59 hari. Waktu itu BRR mempunyai keterbatasan waktu. Karena itu, BRR tidak bisa menunggu hingga 59 hari sehingga kami melakukan pendekatan lain, yaitu penunjukan langsung, kata Kuntoro.

Menurut Kuntoro, dalam kondisi darurat seperti itu, penunjukan langsung dalam pengadaan alat-alat kantor, seperti komputer dan lainnya, bisa dipahami. Namun, kalau dalam suasana yang tidak darurat, hal itu jelas tidak bisa diterima, lanjut Kuntoro.

Sebelumnya hasil investigasi ICW menemukan indikasi penyimpangan dan korupsi dalam lima bidang pekerjaan BRR dengan nilai total proyek mencapai Rp 23,96 miliar. Proyek yang terindikasi disimpangkan dan dikorup, di antaranya, adalah pencetakan buku, penyusunan pembangunan wilayah, pemusnahan obat kedaluwarsa, pengadaan inventaris kantor, dan penunjukan konsultan media.

Sementara itu, menurut Kuntoro, Wapres yang dilaporkan penanganan masalah tersebut meminta BRR untuk memberikan perhatian yang penuh, tanpa mengganggu kinerja BRR.

Ditanya perihal tuduhan korupsi yang dilakukan BRR, Kuntoro menyatakan bahwa berdasarkan kesimpulannya hingga saat ini belum terjadi korupsi. Belum ada tanda mengenai korupsi. Yang ada mungkin penyimpangan atau karena ingin mempercepat prosedur atas nama kecepatan dan kedaruratan yang kemudian menyerempet ke persoalan itu (korupsi), ujar Kuntoro.

Contohnya, soal pengadaan alat-alat kantor pada tahun lalu. Itu harus dilakukan karena jika tidak, BRR tidak bisa segera bekerja, lanjut Kuntoro. (har)

Sumber: Kompas, 1 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan