Kalla: RUU Pengadilan Tipikor Disahkan Sebelum 1 Oktober
Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat diperintahkan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang saat ini masih dibahas DPR dan pemerintah, sebelum 1 Oktober 2009. Dengan demikian, sebelum masa jabatan DPR periode 2004-2009 berakhir, sudah ada kepastian terhadap nasib pengadilan tipikor dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Perintah itu diutarakan Ketua Umum Partai Golkar yang juga Wakil Presiden M Jusuf Kalla, Kamis (25/6), dalam kunjungan di harian Kompas, Jakarta. Kalla diterima Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama, Chief Executive Officer Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo, Pemimpin Redaksi Kompas Rikard Bagun, dan jajaran Redaksi Kompas.
Kalla menyatakan, perintah itu disampaikan kepada Ketua Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR Priyo Budi Santoso, pekan lalu. Priyo yang duduk di sebelah Kalla dalam pertemuan di Kompas langsung menyatakan, ”Siap.” Selain Priyo, kunjungan Kalla juga disertai Dradjad Wibowo dan Alvin Lie yang adalah kader Partai Amanat Nasional.
Menurut Kalla, sebelum 1 Oktober 2009, F-PG masih menjadi mayoritas di DPR sehingga memudahkan untuk pengambilan keputusan di sidang paripurna, terkait dengan pengesahan RUU Pengadilan Tipikor. Apalagi jika F-PG bisa menggandeng fraksi lain.
Priyo, secara terpisah, mengatakan akan membangun komunikasi dengan fraksi lain sehingga RUU Pengadilan Tipikor dapat disahkan sebelum 1 Oktober 2009. Apalagi, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, keberadaan pengadilan tipikor harus diputuskan sebelum 19 Desember 2009.
Menurut Priyo, ada persoalan filosofis dalam RUU Pengadilan Tipikor yang diajukan pemerintah. Namun, tidak mungkin RUU itu dikembalikan lagi kepada pemerintah karena menjadi tak jelas lagi kapan RUU itu akan selesai.
Selain itu, lanjut Priyo, unsur pemerintahan juga belum satu suara terkait RUU Pengadilan Tipikor. Ini akan menyulitkan pembahasan. ”Tetapi, kami akan berusaha agar RUU itu bisa disahkan sebelum 1 Oktober,” katanya.
Kalla mengakui, pemberantasan korupsi di Indonesia jangan selalu berada dalam situasi darurat sehingga tak memiliki UU Pengadilan Tipikor. ”Jadi, benar, kita jangan selalu berada dalam situasi darurat. Harus normal dan karena itu harus dipercepat,” paparnya lagi.
Menurut Kalla, sebetulnya tak banyak pasal dalam RUU Pengadilan Tipikor yang belum diselesaikan. Masalah itu, selain bagaimana membentuk pengadilan tipikor di semua provinsi, juga jumlah dan susunan majelis hakim pengadilan tipikor.
Terkait dengan keberadaan KPK, Kalla menegaskan, tak ada yang bermaksud ”membunuh” KPK. ”Kalau mau dibilang menurunnya citra KPK adalah akibat masalah di luar tugasnya, seperti kasus Ketua KPK, sehingga secara moral, citra KPK turun. Karena itu, KPK harus memulihkan internal dan citranya,” katanya.
Kalla mengatakan, tak ada yang bisa ”membunuh” KPK sebab KPK ada karena UU. ”Tidak bisa kita mengecilkan arti KPK. Kita tetap menunggu pulihnya citra KPK yang lebih profesional,” paparnya. KPK tetap bisa dikontrol meski independen. (har/tra)
Sumber: Kompas, 26 Juni 2009