Kapolri Siap Telusuri Rekening Rp 95 M Bersama PPATK
Dugaan Rekening Rp 95 M Milik Jenderal Bintang Dua
Data Indonesia Corruption Watch tentang dugaan rekening mencurigakan Rp 95 miliar milik jenderal polisi berbintang dua mengusik Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD). Orang nomor satu di Korps Bhayangkara tersebut mempertanyakan mengapa laporan hasil analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa beredar di luar.
Kapolri mengatakan, LHA hanya boleh dibuka untuk kepentingan penyidikan. ''Kita akan cek. LHA itu tidak boleh beredar. Nanti bubar-bubaran kita kalau LHA bisa bebas keluar,'' katanya kepada para wartawan setelah pembukaan rapat koordinasi (rakor) penegakan hukum di Istana Negara, Jakarta, kemarin (4/5). ''Kan enggak boleh (beredar). Kalau semua boleh diumumkan, kasihan nanti. Kan mesti dicek lagi, semua belum tentu benar,'' lanjut Kapolri
Menurut BHD, pihaknya bersama PPATK segera melacak dugaan soal rekening mencurigakan tersebut. ''Kami sudah koordinasi dengan PPATK. Segera duduk bersama (untuk mengusut) LHA ini dari mana keluarnya,'' tutur BHD. Kapolri tidak menyinggung soal siapa jenderal bintang dua yang dimaksud.
Sebelumnya, ICW menyebutkan bahwa seorang jenderal polisi berbintang dua diduga mendapatkan duit secara tidak wajar. Dia memiliki uang Rp 95 miliar dalam dua rekening. Masing-masing Rp 48 miliar dan 47 miliar. Dana itu juga mengalir melalui rekening anaknya. Transaksi dalam rekening tersebut berlangsung pada 2005-2008. ICW pun berencana melapor ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Di tempat yang sama, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum belum mendapatkan laporan soal rekening mencurigakan yang diduga milik jenderal polisi itu. Tetapi, anggota Satgas Darmono akan mengeceknya.
''Harapan saya, bisa dicek kebenarannya. Diteliti sejauh mana. Kalau ada rekening yang banyak, mesti ditelusuri,'' kata Darmono di Istana Negara kemarin.
Kendati begitu, Darmono juga menyatakan bahwa harus dipastikan lebih dulu dari mana informasi dan sumber data soal dana tersebut. ''(Sesuai prosedur) ketua PPATK itu menyampaikan informasi kepada pejabat yang berwenang, baik kepolisian atau kejaksaan. Saya sendiri belum menerima informasi itu,'' tutur pria yang juga menjabat wakil jaksa agung tersebut.
Dia menyebut uang Rp 95 miliar dalam rekening itu bisa saja termasuk aliran dana mencurigakan. Jika ada dugaan money laundering, polisi mempunyai kewenangan untuk mengusut. ''Jika ada korupsinya, ya kami akan tindak lanjuti,'' janjinya.
Secara terpisah, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri Irjen Pol Budi Gunawan ikut angkat suara soal pemberitaan tentang jenderal yang memiliki rekening Rp 95 miliar. Dia menilai pemberitaan tersebut bisa merugikan internal kepolisian. Pasalnya, kinerja polisi yang sedang giat membongkar kasus Gayus Tambunan dan sindikasi mafia pajak lain menjadi terganggu.
''Pemberitaan soal rekening tersebut tidak benar. Itu merupakan fitnah dan upaya pembusukan untuk menghancurkan karakter dalam melemahkan langkah tim independen terhadap kasus mafia hukum,'' ujar Budi saat dihubungi para wartawan.
Menurut mantan Kapolda Jambi itu, penyebaran data yang diklaim dari PPATK tersebut bertentangan pula dengan Undang-Undang (UU) Pencucian Uang, khususnya pasal 26 huruf g UU Nomor 23 Tahun 2003. ''UU itu menyebut hak hasil laporan hasil analisis (LHA) PPATK dilaporkan ke Polri atau jaksa, sedangkan ICW bukan lembaga berwenang,'' ujarnya.
Budi menambahkan, data yang tidak jelas asal usulnya itu juga bertentangan dengan undang-undang perbankan. ''Penyiaran rekening itu bertentangan dengan pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, khususnya berkaitan dengan rahasia bank,'' katanya.
Mantan kepala Divisi Pembinaan Hukum (Binkum) Mabes Polri itu menyebut, siapa pun yang menyebarkan informasi tersebut dapat dipidanakan. ''Bila dapat dibuktikan berita tersebut tidak benar, dapat diancam pasal 310 atau 311 KUHP tentang penghinaan dengan tulisan,'' ujarnya.
Ketika dikonfirmasi ulang Jawa Pos tentang data yang diinformasikannya, Kepala Divisi Investigasi ICW Tama Satrya Langkun tidak merespons. ''Maaf, aku sedang buru-buru di jalan. Nanti saja ya,'' katanya kemarin. Setelah itu, ponsel Tama tidak bisa dihubungi karena mati. (sof/rdl/aga/c1/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 5 Mei 2010