Kasus APBD Purwakarta Masih Mengendap

Laporan kejanggalan penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah atau APBD Kabupaten Purwakarta tahun 2004 hingga kini belum juga ditangani. Padahal, masyarakat dan sejumlah pihak menunggu kasus tersebut segera diusut tuntas.

Temuan dugaan tindak pidana korupsi APBD tersebut sebenarnya telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Oktober 2005. KPK juga telah mengeluarkan tanda bukti penerimaan laporan dengan nomor 8401/Pimp/KPK/9/2005 pada tanggal 25 Oktober 2005.

Ketika pertama kali dibuka ke khalayak umum, temuan tersebut sempat diragukan sebagian publik Purwakarta. Wajar, angka kejanggalan yang ditemukan dalam laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2004 terhitung fantastis, yaitu Rp 81 miliar.

Kasus itu juga dinilai baru karena menyangkut seluruh aspek dalam sistem penganggaran dan pertanggungjawabannya. Namun, dalam beberapa audiensi, masyarakat menjadi semakin paham bahwa pelanggaran itu nyata terjadi.

Oleh karena itu, masyarakat berharap hasil temuan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dipimpin Arifin T Budiana itu dilaporkan agar bisa segera ditangani. Oleh KPK, temuan tersebut dinilai kuat dan layak untuk ditindaklanjuti.

Arifin menambahkan, pasca-menerima laporan itu, tim penelaah KPK langsung bekerja untuk meneliti dan mencari bukti-bukti pendukung. Pada 19 Januari 2006, kata dia, KPK mengirim surat tanggapan atas laporan itu ke Kejaksaan Agung dengan surat dengan nomor R.96/D.Pimp/KPK/I/2006 serta surat dengan nomor R.84/KPK/2006 yang isinya meminta Kejaksaan Agung menindaklanjuti laporan tersebut.

Kejaksaan Agung sebenarnya telah menindaklanjuti laporan itu dengan meneruskannya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk diteruskan ke Kejaksaan Negeri Purwakarta. Tetapi, sejak itu tak pernah ada informasi perkembangan penanganan, katanya.

Sejumlah pihak pun menanti tindak lanjut tersebut. Namun, hingga lebih dari satu tahun, penanganannya semakin tidak jelas. Akibat tidak tahu, sebagian masyarakat menilai temuan itu sumir dan bahkan meragukan kapasitas pelapor.

Atas desakan itu kami mengecek sejauh mana perkembangan penanganannya ke KPK, Kejaksaan Agung, ataupun Kejati Jabar. Hasilnya, laporan itu ternyata memang mengendap, ujarnya.

Kejaksaan Agung, kata dia, sebenarnya telah menanggapi temuan itu dengan mengirim surat bernomor R.91/F.2/Fd.1/02/2006 tertanggal 9 Februari 2006. Namun, sejak Februari itu belum ada perkembangan lagi hingga kini.

Menurut Arifin, kondisi itu melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menunjuk pada Bab II Pasal 9 Huruf a dan b. Sebab, proses hukum telah didiamkan selama sekitar 15 bulan yang berarti jauh lebih lama dibandingkan dengan ketentuannya, yaitu 14 hari.

Atas kondisi itu, kata dia, berdasarkan Pasal 8 UU yang sama, penanganan menjadi tanggung jawab dan harus ditangani KPK. Pengambilalihan itu seperti tercantum pada Pasal 8 Huruf b, yaitu jika Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Janggal
Laporan pertanggungjawaban APBD Purwakarta tahun 2004 dinilai janggal karena memuat nomenklatur belanja tidak langsung non-alokasi. Menurut Arifin, item tersebut tidak diatur dan bertentangan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Pertanggungjawaban dalam Penganggaran Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Perhitungan APBD.

Selain item belanja tidak langsung non-alokasi yang besarnya mencapai sekitar Rp 76 miliar, item lain yang dinilai melanggar adalah belanja penunjang kegiatan DPRD sebesar Rp 4,799 miliar.

Selain di pos Sekretariat Daerah yang mencapai Rp 22 miliar, item belanja tidak langsung non-alokasi juga menyerap dana dominan di sejumlah dinas, seperti Dinas Pendidikan Rp 18 miliar. Penggunaan dana tersebut dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun item belanja penunjang kegiatan DPRD dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Besaran dana dalam item itu juga dinilai berlebihan karena lebih dari 1 persen total pendapatan asli daerah (PAD) murni yang sekitar Rp 50 miliar.

Kejanggalan yang sama sebenarnya juga ditemukan di laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2005. Namun, karena keinginan agar kasus segera diproses, hanya kejanggalan pada APBD 2004 yang dilaporkan. Kejanggalan pada APBD 2005 diharapkan tetap diproses dalam pengembangan kasus.

Ketua Dewan Penasihat Badan Musyawarah (Bamus) Purwakarta R Garsoebagdja Bratadidjaja, beberapa waktu lalu, mengatakan, laporan pelanggaran yang terbilang baru itu seharusnya menjadi tantangan bagi para penegak hukum dalam memberantas korupsi. Kasus tersebut juga melibatkan lebih banyak pihak, termasuk pejabat eksekutif dan legislatif. Selama ini kasus-kasus yang ditangani hanya per proyek dan jarang menyentuh APBD secara menyeluruh. (Mukhamad Kurniawan)

Sumber: Kompas, 14 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan