Kasus Cek Suap DPR; KPK Periksa Istri Adang Daradjatun
"Belum tentu bersalah. Tapi bisa berarti mengetahui suatu proses."
Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin memeriksa Nunun Nurbaetie, istri bekas Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Adang Daradjatun. Ia diperiksa selama sekitar tiga jam di gedung Komisi di Jalan H R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Juru bicara Komisi, Johan Budi S.P., mengatakan Nunun dimintai keterangan dalam kasus pemberian 400 cek perjalanan kepada anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat. "Untuk mencari (tahu) ada atau tidak adanya tindak pidana korupsi," katanya.
Johan tidak memerinci apa peran Nunun dalam kasus dugaan suap yang berkaitan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom itu. Ia hanya mengatakan orang yang diperiksa Komisi, termasuk Nunun, belum tentu bersalah. "Tetapi bisa berarti mengetahui, mendengar, atau melihat suatu proses," ujar Johan.
Komisi pernah memanggil Nunun, 58 tahun, untuk dimintai keterangan pada 25 September lalu. Namun, saat itu Nunun tak datang dengan alasan sakit. Komisi lalu memanggil Nunun untuk kedua kalinya.
Memakai batik cokelat, Nunun, yang dikenal sebagai pengusaha di bidang telekomunikasi, kemarin mendatangi kantor Komisi sekitar pukul 09.00. Seusai pemeriksaan, sekitar pukul 12.15 Nunun langsung masuk ke mobil. Ibu empat anak ini tak memberikan keterangan apa pun kepada wartawan.
Partahi Sihombing, pengacara yang mendampingi Nunun saat pemeriksaan, mengatakan Nunun diminta menjawab 10 pertanyaan. "Dia diklarifikasi soal penyerahan-penyerahan, tapi tidak tahu penyerahan soal apa," kata Partahi.
Petrus Balapationa, penasihat hukum Nunun lainnya, mengatakan alasan pemanggilan kliennya belum jelas. "Belum tahu kenapa, dari jam sembilan hanya ditanya hal-hal yang bersifat umum," ujar Petrus saat dihubungi lewat telepon.
Kasus cek suap untuk anggota DPR mencuat berkat nyanyian Agus Condro Prayitno, bekas anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR. Di depan tim penyidik KPK, Agus mengaku menerima 10 lembar cek perjalanan bernilai Rp 500 juta. Cek itu ia terima tak lama setelah pemilihan Miranda pada Juni 2004.
Menurut Agus, koleganya di Fraksi PDI Perjuangan yang mendukung Miranda juga menerima cek yang diterbitkan oleh Bank Internasional Indonesia itu. Sejauh ini KPK telah memanggil dua orang selain Agus untuk mengkonfirmasi kasus cek suap tersebut. Mereka adalah Emir Moeis dan Max Moein, anggota Fraksi PDI Perjuangan di komisi yang sama.
Dalam perjalanan kasus ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga menemukan aliran 480 lembar cek perjalanan yang mencurigakan. Menurut PPATK, setidaknya ada 41 anggota Dewan yang diduga menerima cek yang tiap lembarnya bernilai Rp 50 juta itu. JAJANG | CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 10 Oktober 2008