Kasus Dugaan KKN Program GNRHL Dihentikan? [18/08/04]
Sekretaris Daerah (Sekda) Kab. Purwakarta H. Dudung B. Supardi, M.M., menganggap persoalan dugaan penyimpangan dan tindak KKN dalam program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) di Purwakarta sudah selesai, kendati proses penyelidikan yang sempat ditangani Kejari Purwakarta sekitar Januari 2003 lalu tak jelas hasilnya. Anggapan itu membuat Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) mengurungkan niatnya untuk memanggil kembali sejumlah pejabat dan staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) yang terkait dugaan tersebut guna diminta klarifikasinya.
Pernyataan sekda itu seperti yang ditirukan Plh. (Pelaksana Harian) Kepala Bawasda Kab. Purwakarta M. Simarmata ketika ditemui PR belum lama ini di ruang kerjanya saat dikonfirmasi tentang upaya pemanggilan sejumlah pejabat Dinas Hutbun terkait dugaan penyimpangan dalam program GNRHL tahun 2003.
Karena kasus itu sudah dianggap selesai, Bawasda mengurungkan niatnya untuk memanggil kembali sejumlah pejabat Dinas Hutbun seperti Kepala Dinas Hutbun Drs. Aep Rusjaman dan Elfiana Kepala TU.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi melalui telefon genggamnya di Purwakarta, Selasa (17/8), Sekda Dudung mengakui sempat diminta tanggapannya oleh Simarmata. Namun, kalimat sudah selesai bukan berarti dugaan kasus itu dihentikan, melainkan pemanggilan itu tak usah dilakukan lagi sebab sebelumnya pernah dilakukan. Pemanggilannya dilakukan oleh dirinya sendiri yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bawasda.
Sarat KKN
Menanggapi hal itu, A. Haris Yogi, Ketua BMPKP (Barisan Muda Penegak Keadilan dan Persatuan) ketika ditemui di sekretariatnya menilai, bisa jadi bila secara administrasi pemeriksaan Bawasda terhadap sejumlah pejabat Hutbun itu dihentikan, tetapi khusus pelaksanaan GNRHL tahun 2003 lalu. Namun, hal itu bukan berarti penyelesaian secara hukum tentang dugaan KKN program tersebut berhenti begitu saja tanpa hasil yang jelas. Pasalnya, program GNRHL tahun 2003 yang didanai dari APBN senilai Rp 2 miliar lebih, diduga kuat banyak penyimpangan dan KKN di instansi terkait.
Dugaan itu muncul akibat tidak realistisnya pelaksanaan program tersebut. Satu kelompok tani yang beranggotakan antara 23-52 orang, harus menggarap lahan masing-masing 25 hektare dengan jangka waktu dua bulan sejak Oktober-Desember 2003 lalu. Dengan waktu sesingkat itu, diduga dana APBN Rp 2 miliar lebih itu malah dihambur-hamburkan di luar peruntukannya sehubungan dana itu dipaksa harus habis sampai tahun anggaran 2003. Secara hukum, dugaan KKN baik dalam teknis pelaksanaan reboisasinya maupun pada saat proses penunjukan pendampingan, masih patut diselidiki para penyidik, ujarnya.
Pasalnya, kata dia, bagaimanapun pelaksanaan GNRHL itu diduga sarat dengan KKN di instansi terkait. Apalagi program pusat tersebut terus berlanjut di tahun-tahun mendatang. Tak hanya tahun 2003, untuk pelaksanaan 2004 saja sudah ada indikasi yang sama bahkan dengan kasus yang lebih besar lagi, imbuh Yogi. (A-67)
Sumber: Pikiran Rakyat, 18 Agustus 2004