Kasus Dugaan Suap di Balik Pemilihan DGS BI, KPK Bidik Miranda Goeltom

Penyidik Kantongi Motif Pemberian Cek ke DPR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mau gegabah ketika mengusut dugaan suap di balik pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) yang menyeret Miranda Swaray Goeltom. Tim penyidik optimistis, keterlibatan Miranda dapat diungkapkan dalam sidang.

"Sekarang masih level penyidikan. Bagaimana peran dia (Miranda) hanya bisa dibuktikan di pengadilan. Itu akan membuktikan kemungkinan yang selama ini berkembang. Kami bergerak berdasar fakta dulu," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto kemarin (14/6).

Menurut dia, komisi ekstra hati-hati ketika mengungkap kasus tersebut. Tim penyidik sejauh ini masih menjadikan empat anggota DPR 1999-2004 sebagai tersangka yang diduga menerima traveler's check dalam kasus itu. Mereka adalah Udju Djuhaeri dan Hamka Yandhu (Golkar), Endin A.J. Soefihara (PPP), serta Dudie Makmun Murad (PDIP). "Yang ada (tersangka) dulu ini kami kerjakan," tegas Bibit. Dari sana, KPK yakin fakta tersebut bakal berkembang seiring dengan proses hukum, termasuk dalam pembuktian saat sidang.

Bibit mengungkapkan bahwa KPK tidak mau buka-bukaan lebih dulu mengenai kasus itu. Alasannya, para penyidik khawatir kehilangan barang bukti. "Penanganan kami bermula dari alat bukti. Kalau kami buka, tentu pihak-pihak itu akan pasang kuda-kuda," ucap Bibit.

Mantan Kapolda Kaltim tersebut juga menegaskan, penyidikan kasus suap yang dilaporkan mantan anggota DPR Agus Condro (PDIP) itu masuk dalam skala prioritas. "Pastinya, semua yang masuk penyidikan kami prioritaskan," katanya. Bibit pun enggan menjelaskan jadwal penyidik memeriksa Miranda sebagai saksi. Alasannya, jelas dia, menghindarkan KPK bekerja di bawah pembentukan opini publik.

Soal keterlibatan Miranda, Wakil Ketua KPK M. Jasin pernah mengungkapkan bahwa motif kasus tersebut adalah pemenangan dewan gubernur senior (DGS) BI. "Itu untuk pemenangan DGS,'' jelas dia pekan lalu. Selebihnya, Jasin tidak membeberkan lebih detail, termasuk peran setiap tersangka dan Miranda sendiri.

Saat ini, unsur tindak pidana suap yang diungkap oleh KPK belum benar-benar sempurna. Sebab, mereka yang terlibat dalam penerimaan traveler's check tersebut baru dibeber sebagian.

Tidak hanya itu, KPK juga belum menetapkan pemberi dana sebagai tersangka. Komisi pernah menyebut nama seorang berinisial N, namun identitas lengkapnya masih disimpan rapat. Dalam tindak pidana suap, komisi biasanya menjerat dua pihak sekaligus: pemberi dan penerima dana. Namun, dalam beberapa penanganan kasus, KPK biasanya menjerat penerimanya dulu, baru menyeret pemberi dana. Komisi juga bisa menghadapkan keduanya (pemberi dan penerima) ke sidang apabila tertangkap tangan.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengakui, penyidik memang menjadwalkan pemeriksaan Miranda, mantan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) itu."Tapi, jadwal pasti pemeriksaannya saya belum tahu pasti," kata Johan saat dihubungi kemarin.

Johan membantah anggapan bahwa KPK mengulur-ulur waktu dan tidak tegas dalam menegakkan hukum, terutama kasus korupsi. Menurut dia, KPK masih menunggu momen yang pas untuk memeriksa Miranda. "Jadwal pemeriksaan kita padat. Ya harus gantian dong, tidak bisa kita memilih-milih siapa dulu yang akan diperiksa. Yang pasti, KPK akan memeriksa Miranda," tegas ujarnya.

Selain berhati-hati menyidik keterlibatan Miranda, KPK hingga kini juga masih terus mengkaji status hukum Agus Condro. Sebelumnya, KPK menyatakan masih mengkaji status Agus Condro melalui tim dari biro hukum. Alasannya, Agus Condro memiliki peran ganda: pelapor kasus korupsi sekaligus penerima. Dalam satu kesempatan, Bibit juga pernah mengungkapkan status Agus Condro. "Bisa juga menjadi tersangka," katanya di gedung KPK pekan lalu.

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta Zainal Muchtar Arifin mempunyai pendapat mengenai status Agus Condro. KPK seharusnya menerapkan model perlindungan saksi. Komisi bisa menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Itu membuka kemungkinan memberikan keuntungan kepada mereka yang jadi whistle blower. Tapi tidak untuk menghilangkan pidananya," kata Zainal. Dia menyebut, Agus Condro tetap perlu dikenai status tersangka menyusul empat orang yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh KPK.

Apabila Agus tidak dijadikan tersangka, lanjut Zainal, justru akan muncul diskriminasi. Sebab, Agus ikut menerima cek senilai Rp 500 juta. Meski demikian, dengan statusnya sebagai pelapor, Agus bisa mendapatkan keringanan. "Itu menjadi pertimbangan yang meringankan. Tapi, biar pengadilan yang menentukan itu," jelas Zainal.

Seperti diketahui, Agus Condro merupakan mantan anggota DPR yang melaporkan kasus dugaan pemberian cek kepada sejumlah anggota DPR dalam pemilihan DGS BI pada 2004. Saat itu, di antara 50 anggota komisi IX, 41 orang memilih Miranda. Miranda pun lantas menjabat DGS BI. Agus mengaku menerima cek senilai Rp 500 juta dan melapor ke KPK empat tahun berselang. (git/fal/fan/agm)

Sumber: Jawa Pos, 16 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan