Kasus Hilton; Indobuildco Acuhkan Perintah Revisi Hak Guna Bangunan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Prof Dr Lutfi I Nasoetion pernah memerintahkan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Robert J Lumempauw untuk merevisi surat keputusan perpanjangan hak guna bangunan Hotel Hilton. Perintah itu telah ditindaklanjuti dengan menyurati pemilik PT Indobuildco supaya melengkapi persyaratan yang diperlukan.
Namun, surat tersebut tidak direspons oleh PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Hilton.
Hal tersebut terungkap di dalam persidangan dugaan korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (25/4). Sidang diisi dengan pemeriksaan terdakwa, mantan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Robert J Lumempauw dan mantan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Ronny Kusuma Judistira. Sidang dipimpin Andriani Nurdin.
Menurut Ronny, pihaknya telah menyurati PT Indobuildco agar menyampaikan memorandum of understanding atau nota kesepahaman antara PT Indobuildco dengan Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS). Nota kesepahaman itu diperlukan sebagai syarat merevisi perpanjangan HGB Nomor 26 dan 27/Gelora yang sebelumnya telah diterbitkan Robert Lumempauw.
Namun, sampai Ronny melepas jabatannya di Jakarta Pusat, surat itu tidak direspons. Sampai saya pindah ke Jakarta Selatan, saya tidak pernah menerima balasan surat tersebut, ujar dia.
Sebelumnya, Robert selaku Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta memperpanjang HGB 26 dan 27 meskipun ada keberatan dari Sekretaris Badan Pengelola Gelora Senayan Murdowo. Saat itu Robert berpendapat, HGB Hotel Hilton berada di atas tanah negara dan bukan di atas hak pengelolaan lahan (HPL) Sekretariat Negara. Menurut Robert, SK 169 yang memutuskan bahwa HGB 26 dan 27 berada di atas HPL belum dapat diberlakukan.
Namun, Lutfi kemudian memerintahkan Robert merevisi SK perpanjangan HGB tersebut. Robert Lumempauw diminta memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat mencatat dalam buku tanah dan sertifikatnya mengenai keberadaan HGB di atas HPL, menarik kembali sertifikat HGB Nomor 26 dan 27 untuk dicatat keberadaannya di atas tanah HPL, serta memasukkan nota kesepahaman di antara para pihak sebagai bagian dari warkat atas tanah yang bersangkutan. (ana)
Sumber: Kompas, 26 April 2007