Kasus Illegal Logging Lebih Baik Disidang di Jakarta

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus alih fungsi hutan di tiga daerah, Bintan, Batam dan Sumatera Selatan. Ini makin memperkuat indikasi pemanfaatan hutan yang tidak sesuai prosedur atau koruptif. Sebagaimana kasus pembalakan liar yang tak pernah berhenti. Hutan yang seharusnya dijaga demi kelestarian lingkungan ternyata rusak karena korupsi. Apa dampak korupsi terhadap lingkungan? Berikut perbincangan Okky P Madasari dari Jurnal Nasional dengan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah.

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus alih fungsi hutan di tiga daerah, Bintan, Batam dan Sumatera Selatan. Ini makin memperkuat indikasi pemanfaatan hutan yang tidak sesuai prosedur atau koruptif. Sebagaimana kasus pembalakan liar yang tak pernah berhenti. Hutan yang seharusnya dijaga demi kelestarian lingkungan ternyata rusak karena korupsi. Apa dampak korupsi terhadap lingkungan? Berikut perbincangan Okky P Madasari dari Jurnal Nasional dengan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah.

Seberapa besar keterkaitan korupsi dan upaya melawan kerusakan lingkungan dan pemanasan global?

Fakta menunjukkan pembalakan liar (illegal logging) terjadi karena korupsi. Pembalakan liar selalu diawali adanya tanda tangan pejabat dalam lembar konsesi hak pengelolaan hutan terhadap pembalak liar. Di sinilah, perlawanan terhadap korupsi sangat mempengaruhi keberhasilan gerakan antipembalakan liar. Berlebihankah jika korupsi dikategorikan salah satu penyebab utama maraknya illegal logging?

Apa sumber korupsi di sektor kehutanan?

ICW menilai persoalan korupsi sektor kehutanan terpetakan pada empat hal mendasar. Satu yang terpenting berhubungan dengan aliran uang untuk pendanaan jaringan politik pada eksekutif dan legislatif.

Idenya bagaimana memelihara ketergantungan finansial partai politik hingga menanamkan pengaruh dalam proses penyusunan regulasi/kebijakan publik. Tertangkapnya Al Amin merupakan contoh kongkrit. Bukti awal menjelaskan sangat kuatnya pengaruh usulan pengalihan status Hutan Lindung di Bintan menjadi kawasan Industri dengan aliran uang pada Amin.

Ini terkait dengan penyusanan UU Kehutanan?

Iya, hal ini terutama pada fase penyusunan dan pembahasan UU. Seperti dicurigai aktivis Lingkungan Hidup, aliran dana pada pemerintah dan anggota dewan berperan besar meloloskan Perppu Kehutanan menjadi undang-undang. Dalam kasus berbeda, metode ini mirip dengan aliran dana Bank Indonesia dan YPPI pada anggota DPR.

Pola tersebut secara sistematis mengarah pada pembajakan fungsi negara. State Capture!. Bagaimana mungkin negara yang seharusnya mengelola hutan untuk kesejahteraan rakyat dan perlindungan ekosistem, justru berfungsi sebaliknya, yaitu menyediakan surga bagi pembalak liar.

Bagaimana tindakan hukum terhadap kasus illegal logging di Indonesia?

Beberapa kali harapan publik sempat tumbuh, terutama ketika penegak hukum bersama pemerintah melakukan operasi bersama di berbagai tempat, seperti: Operasi Wana Jaya, Wana Laga, Wana Bahari, dan Operasi Hutan Lestari I-III.

Akan tetapi, sebagian besar kandas di meja Jaksa Penuntut yang mendesain dakwaan. Dan, pupus di persidangan. Disorientasi penegakan hukum illegal logging, bahkan praktek judicial corruption itu nyata terjadi.

Seperti apa putusan pengadilan terhadap kasus illegal logging?

ICW melakukan pendataan terhadap 205 terdakwa pembalak liar 2005-2008. Khusus untuk proses hukum di Mahkamah Agung, misalnya sekitar 82,76 persen dari perkara illegal logging yang diproses ternyata hanya menjerat Supir Truk, Petani, dan operator teknis lainnya.

Lebih dari 85 persen putusan hakim dikategorikan tidak berpihak pada semangat pemberantaan illegal logging. 71,43 persen terdakwa aktor utama divonis bebas (71,43%), dan 14,29 persen hanya diganjar kurang dari 1 tahun.

Kenyataan inilah yang ditemukan ICW. Aktor utama yang terdiri dari direktur, manajer, komisaris utama, cukong, penegak hukum, kontraktor cenderung divonis bebas atau kurang dari setahun. Sementara petani yang memungut kayu di hutan dan supir truk diproses dan dijatuhi hukuman hingga dua tahun di MA.

Adakah solusi yang ditawarkan ICW sebagai strategi pemberantasan illegal logging?

Belajar dari perkara illegal logging yang telah disidangkan, seringkali putusan bebas terjadi di tingkat pengadilan negeri. Maka, persidangan illegal logging lebih baik diadakan di Jakarta. KUHAP mengatur tegas hal ini, dan preseden penting telah pernah terjadi. DL Sitorus yang melakukan pembalakan liar di Sumatera Utara tetapi bisa diadili di salah satu pengadilan negeri di Jakarta.

Bagaimana dengan mekanisme hukum internasional?

Jika beberapa norma dasar UNCAC diadopsi hukum Indonesia, setidaknya relatif tersedia senjata yang cukup ampuh. Standar hukum Internasional yang diatur UN Convention Against Corruption, 2003 tentang trading in influence, abuse of function, illicit enrichment dan conflict of interest dinilai dapat melengkapi konstruksi hukum antikorupsi Indonesia. Empat norma ini akan memperkuat pondasi dasar untuk menjerat koruptor dan pembalak liar.

Korupsi seperti apa yang dapat dijerat dengan UNCAC?

Seperti norma memperdagangkan pengaruh (trading in influence) pada Pasal 18. Di sini, politisi yang berhubungan baik dengan pejabat publik dapat dijerat. Terutama, ketika ia menggunakan kedekatan tersebut (pengaruh) untuk memeroleh keuntungan. Di tataran praktik, Ia dapat dipidana karena menerima uang atau fasilitas dari pengusaha dan kemudian menggunakan kekuatan atau pengaruhnya terhadap pejabat yang berwenang memberikan konsesi hak pengelolaan hutan. Tentu saja tidak mensyaratkan pembuktian kerugian negara.

Demikian juga dengan penyalahgunaan fungsi (abuse of function), memperkaya secara tidak sah (illicit enrichment), dan aturan konflik kepentingan (conflict of interest). Kendati memiliki penekanan unsur yang berbeda, keempat norma ini membebankan kewajiban bagi terdakwa untuk membuktikan asal-usul harta seorang pejabat.

Berlaku pembuktian terbalik juga?

Bisa dengan pembuktian terbalik. Menteri Kehutanan, misalnya, jika ia bergaji sekitar Rp 30juta, berbekal norma tersebut publik atau jaksa dapati mempertanyakan kekayaannya. Demikian juga dengan polisi, jaksa atau hakim yang menangani proses hukum illegal logging. Hukum diperkirakan mampu menjangkau kecurigaan atas kepemilikan kekayaan pejabat publik yang diperkirakan tidak mungkin didapatkan dari penghasilan yang sah. Sejujurnya, UU lama kita tidak sanggup menjerat sejauh ini.

Sumber: Jurnal Nasional, 24 Mei 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan