Kasus Kemayoran; Sekretariat Negara Tak Akan Pakai Laporan BPK
Bisa saja dibatalkan jika terjadi wanprestasi.
Sekretariat Negara tidak akan menggunakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan untuk menindaklanjuti masalah dalam sewa lahan Kemayoran.
Semua hal yang berkaitan dengan laporan BPK sudah diselidiki oleh Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor), kata Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa saat dihubungi Tempo kemarin.
Menurut Hatta, Sekretariat Negara tidak berwenang menindaklanjuti hasil audit tersebut. Kejaksaanlah yang berwenang, ujarnya. Dia menjelaskan, pada 2006, Timtas Tipikor telah menyelidiki masalah sewa-menyewa lahan Kemayoran tapi tidak ditemukan adanya kerugian negara.
Sebelumnya, Jaksa Agung Hendarman Supandji telah menegaskan tidak ada tindak pidana dalam kasus Kemayoran. Selain itu, kata mantan Ketua Timtas Tipikor ini, tidak ditemukan unsur kickback atau suap dalam kasus tersebut.
Padahal hasil audit BPK terhadap pengelola lahan Kemayoran pada 2002-2005 menyebutkan terjadi kerugian negara Rp 2,6 miliar atas pengenaan denda keterlambatan pembayaran angsuran sebuah perusahaan dan kehilangan memperoleh penghasilan dari sewa tanah sebesar Rp 13,5 miliar karena harga sewa tidak pernah berubah sejak 1998 hingga 2005.
Selaku Ketua Badan Pengelola Kawasan Kemayoran, Hatta mengatakan tengah mengevaluasi perjanjian sewa yang dibuat Direksi Pengelola dan Pengembangan Proyek Kawasan Kemayoran. Supaya ada unsur yang lebih adil, katanya. Dia menyatakan tidak akan memperpanjang perjanjian yang sudah habis waktunya.
Mengenai pembatalan perjanjian, Hatta mengatakan hal itu mungkin saja terjadi jika penyewa ternyata tidak dapat melaksanakan apa yang telah disepakati dalam perjanjian. Bisa saja dibatalkan jika terjadi wanprestasi, ujarnya.
Evaluasi ini, kata dia, telah dilakukan sejak dia menjabat Sekretaris Negara pada Mei 2007. Evaluasi tersebut, kata Hatta, mencakup hak dan kewajiban antara pengelola lahan Kemayoran dan pihak penyewa. Namun, dia menolak menjelaskan apakah akan mengevaluasi nilai perjanjian yang telah dibuat, misalnya perjanjian sewa dengan Perum Perumnas yang harganya Rp 2.000 per meter persegi. Yang jelas, jadi lebih masuk akal, manusiawi, dan adil, ujarnya. Dia mentargetkan evaluasi ini selesai pada awal 2008.
Saat ditanyai tentang lahan untuk pembangunan rumah susun, Hatta mengatakan, dari sekitar 400 hektare lahan Kemayoran, sebagian di antaranya sudah digunakan untuk membangun jalan dan fasilitas publik lainnya.
Sementara itu, lahan yang disiapkan untuk pembangunan rumah susun seribu tower, kata dia, sekitar 50 hektare. Lahan itu, Hatta melanjutkan, terdiri atas 40 hektare yang siap digunakan untuk pembangunan rumah susun dan sisanya masih ditempati oleh masyarakat karena pembebasan lahannya terhambat karena krisis moneter. Tugas saya memang menyediakan lahannya, katanya.
Kasus ini mencuat ketika Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu lalu meminta Jaksa Agung mengintensifkan pemeriksaan terhadap sejumlah pengusaha yang diduga terlibat dalam pengkavelingan tanah Kemayoran yang dimiliki negara. RINI KUSTIANI
Sumber: Koran Tempo, 27 Desember 2007