Kasus Korupsi Pin Emas; Kerugian Negara Ternyata Lebih Tinggi
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bulukumba Ruslan Muin mengatakan kerugian negara dalam kasus korupsi pengurangan berat pin emas milik 40 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bulukumba ternyata lebih besar. Hal tersebut berdasarkan penghitungan Pegadaian Makassar.
Semula, berdasarkan laporan Badan Pengawasan Daerah Bulukumba, disebutkan bahwa kerugian negara akibat berkurangnya berat pin emas berjumlah Rp 24 juta. Kejaksaan kemudian melakukan pengecekan harga kepada Pegadaian Makassar sebagai saksi ahli. Hasilnya, angka yang didapatkan Pegadaian lebih tinggi.
Hal tersebut, kata Ruslan, karena ke-40 buah pin emas yang dimiliki oleh anggota Dewan kadarnya beda dengan harga yang ada dalam pelaporan pertanggungjawaban rekanan dan pihak terkait. "Kalau kadar emasnya rendah, harga juga pasti rendah," kata dia kemarin.
Dengan hasil ini, kata Ruslan, pihaknya mempunyai dasar untuk menarik paksa pin emas yang belum diserahkan oleh anggota Dewan. Jumlah pin emas yang disita oleh kejaksaan baru 16 buah dari total 40 buah.
Terkait dengan rencana pemeriksaan pihak Pegadaian sebagai saksi ahli dalam kasus korupsi tersebut di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, pihak Kejaksaan Negeri Bulukumba akan mengirim surat ke Pegadaian pusat untuk permohonan izin. "Dalam waktu secepatnya kami akan mengirim surat resmi ke Pegadaian pusat di Jakarta.
Ruslan menegaskan, jika sudah ada titik terang, kerugian negara lebih tinggi dibanding data dari Bawasda. Hanya, ia enggan menyebutkan berapa besar kerugian negara yang sebenarnya berdasarkan perhitungan Pegadaian.
"Kami masih dalam tahap penyidikan dan masih akan melakukan pemeriksaan terhadap Ketua PPTK, Muhammad Sahib, dan rekanan Aras sebagai tersangka," ujarnya.
Ketua DPRD Bulukumba A. Muttamar Mattotorang dan Ketua Komisi D DPRD Juharta mendukung kejaksaan mengusut tuntas kasus ini. "Kami meminta supaya kasus ini ditangani dengan serius," kata dia.
Selain belum menyita semua pin emas, Kejaksaan belum bisa memeriksa 12 anggota Dewan sebagai saksi. Hingga saat ini baru dua orang yang dikeluarkan izin pemeriksaannya oleh gubernur, yaitu Muttamar dan Juharta. Sedangkan surat izin untuk 10 orang lainnya belum keluar.
Padahal, kata Ruslan, surat izin untuk 10 anggota Dewan itu lebih dulu dikirim ke Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo di banding surat untuk Muttamar dan Juharta. JASMAN
Sumber: Koran Tempo, 12 Juli 2011