Kasus Korupsi yang Menumpuk
Saya lebih hormat kepada mereka yang mengundurkan diri karena tidak sanggup mengerjakan tugas yang ada dibandingkan dengan alasan lainnya, kata Halius Hosen, saat berpidato tanpa teks pada pembukaan rapat kerja jajaran Kejaksaan Negeri se-Jawa Barat di Bandung, Selasa (20/12).
Entah gemas karena banyak perkara korupsi yang masih menggantung di kantor-kantor kejaksaan di daerah atau karena memang dia melihat jaksa di wilayah ini tidak mampu untuk menyelesaikan perkara yang ada.
Enam bulan yang lalu Halius Hosen dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Jabar) yang baru, menggantikan pendahulunya, Charles Mindamora, yang dinilai banyak kalangan di Jabar sama sekali tidak memiliki naluri untuk memberantas korupsi di wilayah ini.
Saat pelantikan Halius berjanji bahwa pengungkapan dan penuntasan kasus korupsi yang ada di wilayah ini akan sama seperti halnya ketika dia berada di Sumatera Barat (Sumbar).
Menilik kinerjanya yang bisa dikatakan cukup mencengangkan di Sumbar, yang berhasil menyeret para terdakwa koruptor yang berkedok anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumbar, masyarakat boleh menggantungkan harapan setinggi-tingginya kepada Halius.
Tercatat sedikitnya ada enam kasus dugaan korupsi yang melibatkan para wakil rakyat yang terhormat. Kasus dana kapling yang melibatkan 100 anggota DPRD Jabar periode 1999-2004 dan merugikan negara sebesar Rp 33,4 miliar hingga saat ini baru menelurkan tiga orang tersangka. Masing-masing mantan Ketua DPRD Jabar Eka Santosa, dan dua wakil ketuanya, Suyaman dan Kurdi Moekri.
Di Cirebon, majelis hakim PN Cirebon memutus bebas 10 terdakwa mantan anggota DPRD Kota Cirebon. Mereka didakwa menyelewengkan biaya tunjangan operasional APBD tahun 2001 senilai Rp 997 juta.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukabumi memeriksa seluruh anggota DPRD periode 1999-2004 dan beberapa pejabat Pemerintah Kabupaten Sukabumi karena diduga menyelewengkan dana APBD Sukabumi tahun 2002 senilai Rp 4,5 miliar. Kejari juga telah menetapkan Bupati Sukabumi Maman Sulaeman dan mantan Ketua DPRD Yusuf Fuadz sebagai tersangka. Hingga saat ini penyidikan para tersangka dan saksi masih berjalan.
Selain kasus-kasus yang masih dalam persidangan di pengadilan, masih ada beberapa kasus yang berada pada tahap pemeriksaan atau pemberkasan di Kejati Jabar atau kejari setempat.
Seperti kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Jalak Harupat di Kabupaten Bandung. Semula kejati menetapkan empat tersangka yang merupakan pejabat teras pemerintah setempat, kini masih belum jelas.
Termasuk paling korup
Kinerja cukup baik diperlihatkan oleh Satuan Operasi IV Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Barat.
Data yang diperoleh dari Satop IV Tipikor Ditreskrim Polda Jabar, selama tahun 2004 jumlah kasus korupsi yang ditangani sebanyak 46 kasus. Lima kasus yang diselesaikan dalam tahun tersebut adalah tunggakan kasus pada tahun sebelumnya.
Adapun data tahun 2005, dari 30 kasus yang ditangani, 18 kasus merupakan tunggakan kasus sebelumnya telah diselesaikan. Sebanyak 37 berkas acara pemeriksaan dengan 63 tersangka telah diserahkan ke pengadilan negeri setempat.
Satop IV Tipikor Ditreskrim Polda Jabar juga masih menyelidiki kasus korupsi di PT Pos Indonesia. Diduga, terdapat kerugian uang negara sebesar hampir Rp 90 miliar.
Menjelang berakhir tahun 2005 Satop IV Ditreskrim Polda Jabar mengungkap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan para pejabat dan mantan pejabat PT Telekomunikasi Indonesia dan rekanannya. Penyidik memperkirakan keuangan negara dirugikan ratusan miliar rupiah.
Banyaknya kasus korupsi di Jabar, baik yang melibatkan elite politik maupun bukan, dengan nilai yang besar, menjadikan provinsi ini sebagai salah satu provinsi terkorup di Indonesia. Koordinator West Java Corruption Watch (WJCW) Harlans M Fachra bahkan berani menyebutkan Jabar masuk peringkat lima besar provinsi terkorup di Indonesia, bersama dengan Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Data yang diperoleh dari WJCW menyebutkan setidaknya hingga akhir 2005 terdapat 111 kasus korupsi di Jabar dengan total nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp 466,64 miliar rupiah.
Endang Rahmat, koordinator organisasi Komite Peduli Reformasi, mengatakan penanganan kasus korupsi di Jawa Barat yang terjadi selama ini sama sekali belum menyentuh substansi sebenarnya. Dalang utama kejahatan tindak pidana korupsi sama sekali belum tersentuh hukum.
Catatan Kompas menunjukkan, setidaknya hanya dua berkas perkara kasus korupsi yang ditangani kejati yang masuk ke Pengadilan Negeri Bandung, yaitu berkas kasus dana kapling dengan tersangka mantan Ketua DPRD Jabar periode 2000-2004, Eka Santosa dan Wakil Ketua DPRD Jabar periode 1999-2004, Suyaman. Itu pun setelah diundur selama beberapa bulan dengan alasan untuk melengkapi berkas perkara.
Baik Harlans maupun Endang menyatakan, budaya kekerabatan yang tumbuh dan berkembang di Jabar menjadi salah satu penghambat penyelesaian kasus korupsi. (mahdi muhammad)
Sumber: Kompas, 30 Desember 2005