Kasus Mantan Presiden; MPR: Kedepankan Proses Hukum Soeharto

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah untuk mengedepankan proses hukum mantan Presiden Soeharto. Ia mengingatkan, Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme masih berlaku.

Ketetapan MPR tersebut, Pasal 4, menyebutkan, Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat, termasuk mantan Presiden Soeharto, dengan tetap memerhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.

Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan MPR Tahun 1960 sampai Tahun 2002 mengukuhkan bahwa Tap MPR No XI/MPR/1998 masih berlaku. Tap MPR I/MPR/2003 Pasal 4 menyebutkan, Tap XI/MPR/1998 masih berlaku sampai terlaksananya semua ketentuan dalam ketetapan tersebut, kata Hidayat, Senin (7/1).

Deponir
Partai Golkar mengusulkan pembekuan kasus Soeharto. Partai Golkar ambil inisiatif di-deponering saja mengingat beliau tokoh yang berjasa dan dalam kondisi sakit yang permanen, ucap Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono.

Sementara itu, di Kejaksaan Agung, Jaksa Agung Hendarman Supandji kemarin mengatakan kepada wartawan, kejaksaan adalah lembaga hukum, bukan lembaga yang bisa memaafkan. Kejaksaan juga bukan lembaga yang bisa memberikan pengampunan kepada seseorang, termasuk mantan Presiden Soeharto.

Menurut Hendarman, hanya rakyat Indonesia yang bisa memaafkan Soeharto karena penanganan perkara Soeharto didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998.

Menjawab pers seusai mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana, kemarin sore, Jaksa Agung mengatakan pihaknya tidak akan mengajukan tuntutan hukum pidana lagi kepada Soeharto. Alasannya, pihaknya sudah mengeluarkan surat ketetapan penghentian perkara karena Soeharto menderita sakit permanen yang tidak bisa disembuhkan lagi.

Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengatakan, dirinya dan institusi TNI tidak ingin ikut campur dan ikut menanggapi silang pendapat kelanjutan proses hukum terhadap Soeharto karena hal itu memang bukan porsi TNI.

Memasuki hari keempat masa perawatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), kondisi Soeharto membaik, tetapi masih bergantung pada alat medis. Demikian diungkapkan putri keempat Soeharto, Siti Hediyati, dalam konferensi pers di depan RSPP.(IDR/SUT/A10/DWA/HAR/A06)

Sumber: Kompas, 8 Januari 2008
------------
Kejaksaan Teruskan Gugatan Perdata Soeharto
Kasus pidana tak akan dibuka kembali.

Jaksa Agung Hendarman Supandji kemarin mengatakan gugatan perdata terhadap Soeharto tak akan dihentikan. Lepas dari kondisi kesehatan Soeharto kelak, Hendarman melanjutkan, perkara itu akan berlanjut ke anak-anaknya. Ketentuannya begitu. Ada tagihan negara, kalau beliau (Soeharto) tak ada, tagihan berjalan ke ahli warisnya, Hendarman menegaskan di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Tim pengacara negara dari Kejaksaan Agung menggugat penguasa Orde Baru itu Rp 11,5 triliun atas tuduhan telah menyelewengkan dana Yayasan Supersemar. Selain menggugat Soeharto, negara menggugat Yayasan Supersemar dalam kasus yang sama. Perkara ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kejaksaan, menurut Hendarman, berpedoman pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI Tahun 1998, yang memerintahkan mengusut tuntas dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme terhadap mantan presiden Soeharto dan kroni-kroninya.

Namun, Hendarman menyatakan bahwa Kejaksaan tak akan membuka kembali penyidikan kasus pidana Soeharto. Sakitnya permanen, kata Hendarman, jadi sudah selesai kasus (pidana) Pak Harto. Ditutup demi hukum.

Soeharto diduga melakukan korupsi melalui sejumlah yayasan yang dipimpinnya. Tapi Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Keterangan Penghentian Penyidikan pada Mei 2006.

Hendarman merilis pernyataan berkaitan dengan munculnya komentar pro dan kontra tentang kasus Soeharto. Partai Golkar mengusulkan pemerintah menghentikan kasus Soeharto, kata Agung Laksono, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, kemarin. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi juga menyampaikan pernyataan senada.

Dihubungi secara terpisah, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berbeda pendapat. Dia mendesak pemerintah agar, Status hukumnya harus ditetapkan dulu, apakah dia salah. Dimaafkan atau tidak, itu proses selanjutnya, ujarnya. Tak ada alasan menghentikan proses hukum.

Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo bahkan mengecam kelambanan pemerintah menangani kasus Soeharto. Adapun Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Chozin Chumaidy mengatakan proses hukum Soeharto itu penting karena menyangkut kekayaan negara. Jika Soeharto dinyatakan bersalah, dia harus mengembalikan harta negara, katanya.

Keluarga besar Soeharto memasrahkan kasus itu ke tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami percaya Presiden akan memberikan keputusan yang arif sesuai jasa yang telah beliau (Soeharto) berikan untuk bangsa ini, kata Siti Hediyati, putri kedua Soeharto, di lobi Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, kemarin.

Dari Istana Negara, juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, menegaskan penanganan kasus hukum Soeharto akan tetap berjalan. Hukum ya hukum, kemanusiaan ya kemanusiaan. Itu dua hal yang perlu dipisahkan, ujarnya. Secara kemanusiaan, Presiden telah melakukan hal yang sepantasnya. Kita doakan semoga mantan presiden Soeharto lekas sembuh. FANNY | RINI | DWI | EKO | DESY | KURNI

Nasib Gugatan untuk Soeharto

Denyut jantung mantan presiden Soeharto berangsur-angsur normal. Bengkak di tubuhnya juga menyusut. Soeharto mulai membaik.

Berbeda dengan kesejukan di President Suite, kamar 536, tempat Soeharto dirawat, di Gedung Bundar Kejaksaan yang cuma sepelemparan batu dari Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, suasana justru sedang menghangat. Kejaksaan sedang menyiapkan gugatan buat presiden yang berkuasa 32 tahun itu. Apakah Soeharto bakal diadili?

Kasus-kasus yang melibatkan Soeharto:

1. Pidana:

1998

Tim Kejaksaan Agung mengusut kasus pidana Soeharto.

Indikasi: Dia diduga terlibat korupsi pengelolaan dana tujuh yayasan sosial yang dipimpinnya sebesar Rp 1,7 triliun dan US$ 419 juta selama periode 1978-1998.

Yayasan Biang Masalah
1. Yayasan Supersemar
2. Dana Abadi Karya Bhakti
3. Dharmais
4. Tri Komando Rakyat
5. Dana Mandiri
6. Gotong Royong Kemanusiaan
7. Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila

Berkas Soeharto

Tebal 2.000 halaman, jumlah lampiran 1.647 surat dan dokumen.

Serangkaian sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sempat digelar. Tersangka Soeharto sering mangkir dengan alasan sakit.

12 Mei 2006

Delapan tahun setelah kasus Soeharto diusut, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan atas kasus Yayasan Soeharto. Alasannya, Soeharto menderita kerusakan otak permanen.

Kejaksaan Agung akan menggugat secara perdata Yayasan Soeharto.

Kutipan:

Sekarang sudah ditutup (kasus pidananya), berarti pidananya tidak ada, kata Jaksa Agung Hendarman Supandji.

2. Perdata:

Mei 2007

Kejaksaan Agung menyampaikan rencana menggugat Soeharto secara perdata. Yang Digugat: baru Yayasan Supersemar.

Tuntutan: ganti rugi kepada negara Rp 4 triliun dan kerugian imateriil Rp 6 triliun.

Alasan: Dana yang semestinya untuk bantuan sosial dan kegiatan amal dialirkan ke perusahaan keluarga dan kroninya.

9 Agustus 2007

Kasus perdata Soeharto mulai berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa mulai menyiapkan gugatan untuk enam yayasan lainnya.

BILA SOEHARTO MENINGGAL

A. Versi Jaksa:

Gugatan tetap dilanjutkan. Ahli waris Soeharto-lah yang akan menanggung ganti rugi.

B. Versi Pengacara Soeharto:

Menurut M. Assegaf, pengacara Soeharto, gugatan akan terhenti bila mantan presiden itu meninggal. Ahli waris Soeharto bisa menolak membayar ganti rugi.

NASKAH: DWI WIYANA | DWI RIYANTO | INI KUSTIANI

Sumber: Koran Tempo, 8 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan