Kasus SKPP Bibit-Chandra; Anggodo Siap Lawan Kejaksaan
Anggodo Widjojo, penggugat praperadilan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, siap melayani banding yang dilakukan oleh jaksa. Melalui kuasa hukumnya, Anggodo bakal menjawab argumentasi jaksa yang tertuang dalam memori banding.
"Kami akan jawab dan siapkan kontra memori bandingnya," kata kuasa hukum Anggodo, Bonaran Situmeang, saat dihubungi kemarin (3/5). Dia mencontohkan legal standing (hak gugat) Anggodo sebagai pemohon praperadilan yang dipermasalahkan oleh jaksa.
Menurut jaksa, Anggodo tidak termasuk sebagai pihak terkait yang bisa mengajukan praperadilan. Namun, Bonaran berpendapat sebaliknya. "Sekarang Anggodo ditahan gara-gara apa? Itu berhubungan dengan kasus percobaan penyuapan dan pemerasan yang dihentikan tersebut," paparnya. Dia menyatakan telah menyiapkan kontra memori banding begitu menerima memori banding jaksa yang dilimpahkan melalui PN Jaksel.
Secara terpisah, Kejagung memastikan bahwa memori banding yang terkait dengan praperadilan SKPP itu sudah rampung. "Sekarang finalisasi penyusunan narasi. Insya Allah sore ini (kemarin, Red) selesai dan dikirim ke PN Jaksel," ujar Kapuspenkum Kejagung Didiek Darmanto.
Menurut Didiek, kejaksaan tetap berpendirian bahwa Anggodo tidak memiliki legal standing. Yang berhak mengajukan gugatan, jelas dia, adalah Anggoro Widjojo, kakak Anggodo yang kini menjadi buron kasus korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT). "Dia (Anggoro, Red) yang berkaitan dengan perkara maupun Pak Antasari sebagai pelapor," jelas Didiek.
Alasan lain yang diungkap dalam memori banding itu adalah putusan hakim yang tidak memperhatikan keterangan ahli dari kejaksaan. "Kami juga kembali mengukuhkan alasan yuridis dan sosiologis," papar jaksa kelahiran Solo tersebut.
Aalah satu saksi dalam sidang praperadilan, O.C. Kaligis mengatakan, semua harus menghormati putusan PN Jaksel yang membatalkan SKPP kasus Bibit-Chandra. "Pembatalan SKPP harus dihormati sebagai bagian dari proses hukum. Janganlah putusan itu dipersoalkan secara berlebihan," ujar Kaligis kemarin. Menurut dia, ada mekanisme hukum untuk menolak putusan praperadilan SKPP. Yakni, melalui upaya banding oleh kejaksaan. (fal/c11/agm)
Sumber: Jawa Pos, 4 Mei 2010
---------
BIBIT-CHANDRA; Jaksa Mempersoalkan Ahli
Jaksa mempersoalkan putusan hakim Nugroho Setiadji yang diambil dengan pertimbangan berdasarkan keterangan ahli. Padahal, ahli itu dinilai tak obyektif karena memiliki kepentingan tertentu.
Hal itu dicantumkan dalam memori banding jaksa yang Senin (3/5) kemarin dalam proses penyelesaian sebelum diserahkan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sikap banding itu dilakukan terhadap putusan hakim tunggal PN Jaksel yang mengabulkan permohonan praperadilan Anggodo Widjojo atas surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) untuk tersangka Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto dalam keterangannya di Kejaksaan Agung, Senin, mengatakan, ahli yang diajukan kejaksaan justru tidak didengarkan hakim. ”Ahli yang didengar hakim tidak obyektif,” kata Didiek.
Hak hukum Anggodo
Dalam memori bandingnya, jaksa juga mempersoalkan legal standing atau hak hukum Anggodo untuk memohon praperadilan atas SKPP perkara Bibit-Chandra.
”Menurut kami, yang berwenang adalah pihak yang terkait dengan perkara ini, yaitu Anggoro Widjojo dan Antasari Azhar,” ujar Didiek.
Jaksa juga akan menegaskan lagi alasan penerbitan SKPP pada 1 Desember 2009 itu, yakni alasan yuridis dan sosiologis. Menurut jaksa, penerbitan SKPP tersebut sah. SKPP ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi.
Bonaran Situmeang, advokat yang menjadi kuasa hukum Anggodo dalam memohon praperadilan atas SKPP untuk tersangka Bibit dan Chandra, menyatakan, pihaknya kini menunggu memori banding jaksa. Kemudian, pihaknya akan menanggapi dalam kontra memori banding.
Dua ahli
Menurut Bonaran Situmeang, pihaknya mengajukan dua ahli dalam sidang permohonan praperadilan tersebut, yakni advokat OC Kaligis dan pengajar hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda. ”Pak OC Kaligis di sini kami ajukan selaku doktor hukum pidana. Beliau bahkan sudah bergelar profesor. Kami menanyakan soal pidana dan praperadilan, sesuai keahlian,” kata Bonaran. (idr)
Sumber: Kompas, 4 Mei 2010