Kasus Suap BLBI; Urip Diberhentikan dari PNS
Urip Tri Gunawan dijatuhi hukuman disiplin berat pemberhentian tak hormat sebagai pegawai negeri sipil. Dengan demikian, karier Urip sebagai jaksa berakhir pula. Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman, yang adalah atasan Urip, dihukum disiplin ringan, pernyataan tidak puas secara tertulis dari pimpinannya.
Jaksa Agung Muda Pengawasan Darmono menyampaikan hal itu di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (22/12). Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS itu diputuskan dalam rapat pimpinan Kejagung.
Urip terbukti menerima suap dari Artalyta Suryani. Ia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dan disidangkan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Urip 20 tahun penjara.
Kemas, kata Darmono, terbukti berbuat tercela, menerima tamu dan berbicara dengan Artalyta. Padahal, perkara yang terkait Artalyta sedang ditangani.
Berdasarkan catatan Kompas, pada 17 Maret 2008, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengumumkan pencopotan Kemas dari jabatan Jampidsus untuk menjaga kredibilitas penanganan korupsi di Kejagung.
Kemas, Senin malam, mengaku belum diberi tahu soal hukuman disiplin itu.
Terkait kasus suap Artalyta kepada Urip, mantan Direktur Penyidikan Muhammad Salim dan mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Joko Widodo dihukum teguran tertulis, lebih ringan dibandingkan dengan hukuman terhadap Kemas. Kesalahan Salim sama seperti Kemas.
Sedangkan Joko terbukti menerima Artalyta dan mengantarkannya bertemu Kemas. (idr)
Sumber: Kompas, 23 Desember 2008
---------------------
Jaksa Urip Dipecat sebagai PNS
Tamat sudah karir Urip Tri Gunawan sebagai jaksa. Kejaksaan Agung menjatuhkan sanksi berat kepada penerima suap dari Artalyta Suryani (Ayin) senilai USD 660 ribu tersebut.
Itu merupakan hukuman kedua setelah Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana 20 tahun penjara kepada koordinator jaksa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut.
''Untuk UTG (Urip Tri Gunawan, Red), sanksi diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS,'' tegas Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Darmono di Kejagung kemarin (22/12). Urip terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap dari Ayin dalam kaitan penyelidikan BLBI Sjamsul Nursalim.
Darmono menjelaskan, sanksi terhadap mantan koordinator jaksa penuntut umum (JPU) Amrozi itu sesuai dengan PP Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri. ''Ini merupakan sanksi terberat dalam PP tersebut,'' ujar mantan Kapusdiklat Kejagung tersebut. Dengan status pemecatan itu, Urip juga tidak perlu disidang dalam Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ).
Urip tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2 Maret 2008 setelah menerima suap USD 660 ribu dari Ayin di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Ayin merupakan orang dekat obligor BLBI Sjamsul Nursalim.
Pengadilan Tipikor pada 4 September 2008 lantas menjatuhkan pidana 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Majelis hakim menyebut Urip bersalah karena melakukan dua tindak pidana sekaligus. Majelis menyatakan Urip secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 12 huruf b dan e UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rumusan kedua pasal tersebut merinci bahwa Urip sebagai pegawai negeri sipil (PNS) terbukti menerima USD 660 ribu dari Ayin dan memaksa orang memberikan sesuatu. Yakni, dia memaksa Reno Iskandarsyah, pengacara Glen M. Yusuf, menyerahkan Rp 110 juta. Putusan itu kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam putusan bandingnya pada 27 November 2008.
Tidak hanya mencoreng citra penegak hukum. Tindakan pria kelahiran Sragen, Jateng, tersebut juga menyeret sejumlah nama jaksa senior. Yakni, mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman (KYR), mantan JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Untung Udji Santoso, mantan Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus M. Salim (MS), serta mantan Kajari Jakarta Timur Joko Widodo (JW).
Namun, nasib baik masih menaungi empat jaksa senior itu. Mereka hanya dikenai sanksi ringan, meski terbukti bersalah berdasar fakta-fakta yang diperoleh tim pengawas. ''Para terlapor, KYR, MS, JW, dinyatakan bersalah melakukan perbuatan tercela,'' kata Darmono.
Kemas mendapat sanksi berupa pernyataan tidak puas dari pimpinan. Sanksi itu diberikan akibat Kemas melakukan pembicaraan dengan Ayin tentang konferensi pers kasus BLBI Sjamsul Nursalim. Sementara itu, M. Salim dan Joko mendapat teguran tertulis. Salim bersalah karena menerima Ayin, sedangkan Joko menerima Ayin dan mengantarkannya kepada atasannya, Kemas.
Bagaimana dengan Untung Udji yang terlibat pembicaraan seputar penangkapan Ayin? Darmono mengungkapkan, Untung telah mengundurkan diri dari jabatan JAM Datun saat pemeriksaan. Dengan demikian, dia dinyatakan tidak perlu dijatuhi hukuman lagi. ''Pengunduran diri itu dimaknai sebagai hukuman,'' tegas mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta tersebut.
Terkait dengan hukuman yang ringan bagi jaksa-jaksa senior itu, Darmono menjelaskan, berdasar fakta-fakta, perbuatan mereka tidak menimbulkan akibat hukum. Tidak berkaitan dengan perkara. ''Ini sudah dilakukan secara proporsional,'' ujarnya.
Di tempat terpisah, anggota badan pekerja ICW Adnan Topan Husodo menuturkan, sanksi yang ringan bagi jaksa-jaksa senior tersebut mencerminkan lemah dan rendahnya kejaksaan untuk melakukan reformasi internal. ''Yang harus dilihat adalah indikasi keterlibatan mereka dari sisi pidana. Jadi, tidak hanya dari pendekatan sanksi administratif,'' tegasnya.
Menurut dia, sanksi tersebut sudah bisa diprediksi. Hal itu juga membuyarkan hipotesis bahwa Urip tidak bergerak sendiri, namun melibatkan struktur kekuasaan yang lebih luas. ''Tidak mungkin Urip bermain seorang diri,'' ungkapnya.
Adnan berharap KPK mengambil peran dengan tidak berhenti pada vonis 20 tahun bagi Urip dan lima tahun bagi Ayin. (fal/nw)
Sumber: Jawa Pos, 23 Desember 2008