Kasus Tabungan Prajurit Diberkaskan ke Oditur Militer
Pusat Polisi Militer TNI telah menyerahkan berkas satu tersangka kasus korupsi dana tabungan prajurit ke Oditur Militer Tinggi. Tersangka merupakan perwira TNI Angkatan Darat yang saat ini sudah pensiun. Sudah diberkaskan pada Oktober lalu, kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal Hendardji Soepandji di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, kemarin.
Hendardji tidak bersedia menyebutkan nama ataupun inisial tersangka. Yang jelas, perannya sebagai penghubung, katanya. Meski tersangka telah pensiun, Polisi Militer tetap memproses berkas kasus ini karena, saat korupsi terjadi, pelaku masih aktif sebagai perwira TNI.
Berdasarkan mekanisme peradilan militer, perwira penyerah perkara akan mengeluarkan surat keputusan penyerahan perkara dan selanjutnya diproses di Mahkamah Militer.
Kasus itu bermula pada 2004. Saat itu Samuel Kristianto dari Yayasan Mahanaim dan Dedy Budiman Garna menjanjikan bantuan dana hibah dari luar negeri untuk pembangunan perumahan prajurit TNI Angkatan Darat. Untuk mendapatkan bantuan tersebut, Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BPTWP) TNI Angkatan Darat harus menyediakan dana pendamping Rp 100 miliar.
Demi melengkapi persyaratan itu, dibuat rekening di Bank Mandiri cabang Panglima Polim atas nama Ngadimin selaku Ketua BPTWP TNI Angkatan Darat dan Samuel Kristianto. Belakangan, upaya mendapatkan bantuan dari luar negeri itu tidak membawa hasil. Sementara itu, uang yang dikeluarkan dari kas BPTWP digunakan untuk kepentingan lain tanpa seizin Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang menjabat saat itu.
Kasus penyelewengan dana prajurit ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui mekanisme pengadilan koneksitas. Tiga terdakwa, yaitu mantan Kepala BPTWP Kolonel Ngadimin D.S., Samuel Kristianto, dan pengusaha Dedy Budiman Garna, telah divonis masing-masing 9 tahun, 10 tahun, serta 13 tahun penjara.
Sebelum kasus ini disidangkan, Pusat Polisi Militer sebenarnya telah menetapkan empat tersangka untuk kasus ini. Namun, satu tersangka, Mayor Jenderal (Purnawirawan) Salim Mengga, tidak dijadikan tersangka dengan alasan tidak ditemukannya koneksitas oleh penyidik. FANNY FEBIANA
Sumber: Koran Tempo, 29 Mei 2007