Kejagung Akui Sulit dan Ruwet
Penyebab lambannya pengusutan kasus pembagian bonus (tantiem) tahun buku 2003 pejabat PT PLN Rp 4,3 miliar terjawab kemarin. Tim penyidik Kejagung mengaku kesulitan menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut.
Kasusnya memang sulit dan ruwet. Makanya, beliau (jaksa agung) meminta untuk dikaji ulang sehingga (penyidikannya) berjalan bertele-tele, kata JAM Pidsus Hendarman Supandji ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, kemarin. Ditanya apa bentuk keruwetan kasus PLN itu, Hendarman menolak menjelaskan.
Ya, pokoknya ruwet lah, ujarnya singkat. Yang pasti, menurut Hendarman, tim penyidik tidak akan menghentikan pengusutan kasus itu. Penyidikan berlanjut dengan memanggil sejumlah saksi. Termasuk saksi ahli Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN Ahmad Daryono dan sejumlah pengurus yang lain.
Tim penyidik juga merencanakan pemanggilan mantan Komisaris Utama PLN Andung Nitimiharja sebagai saksi. Kapan waktunya, tunggu saja nanti, jelas Hendarman.
Tim penyidik kemarin memeriksa Daryoko sebagai saksi di Gedung Bundar. Selesai diperiksa, Daryoko mengatakan bahwa pemeriksaannya terkait sistem pembagian dana tantiem kepada direksi dan komisaris PLN. Penyidik juga mengatakan bahwa sedang dilakukan investigasi mengenai dasar hukum tantiem, bonus, dan jasa produksi, kata Daryoko.
Ahli utama PLN itu menegaskan, pembagian tantiem tidak bisa disamakan dengan pemberian jasa produksi seperti diklaim direksi. Menurut dia, dana tantiem sudah mempunyai dasar hukum yang jelas. Sesuai UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT), dana tantiem diambil dari laba bersih.
Sedangkan jasa produksi belum memiliki aturan. Kalau karyawan menerima jasa produksi, tak bisa disalahkan. Memang, dasar hukumnya belum ada. Itu sedang diperdebatkan, jelas Daryoko.
Dugaan korupsi PLN itu bermula dari laporan Serikat Pekerja PT PLN mengenai pembagian tantiem. Pengaduan itu ditindaklanjuti kejaksaan dengan penyidikan. Pembagian bonus PLN itu dinilai melanggar pasal 62 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan pasal 18 ayat (5) Perpu Nomor 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.
Penyidik berpendapat, sesuai perundang-undangan, pembagian bonus baru bisa dilakukan jika PLN sudah menangguk keuntungan. Padahal, selama tahun buku 2003 PLN merugi Rp 3,55 triliun. Kendati diputuskan dalam RUPS pada 25 Juni 2003, pembagian bonus dilaksanakan September 2004.
Rinciannya, (mantan) Dirut PT PLN Eddie Widiono menerima Rp 579,45 juta dan para direksi yang lain menerima mulai Rp 97,187 juta hingga Rp 521,51 juta. Mereka itu, antara lain, Parno Isworo, Hardiv H. Situmeang, Bambang Hermiyanto, Tunggono, Azwani Sjech Umar, Sunggu A. Aritonang, Alia Herman Ibrahim, Herman Daniel, dan Djuanda Nugraha.
(Mantan) Komut Luluk Suwarso menerima Rp 183,492 juta. Jajaran komisaris yang lain menerima mulai Rp 86,917 juta hingga Rp 208,602 juta. Mereka adalah Yogo Pratomo, Komara Djaya, Andung Nitimiharja, M. Iksan (ekonom UI), Luthfi Hamid, dan Poerwanto. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 29 Juli 2005