Kejagung Periksa Mantan Dirut BBD; Kasus Dana KLBI yang Dikelola BPPC
Tommy Soeharto makin sulit berkelit dalam kasus korupsi penyalahgunaan dana kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk Badan Penyangga Pemasaran Cengkih (BPPC) Rp 175 miliar. Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklaim telah memperoleh temuan adanya indikasi perbuatan melawan hukum dan kerugian negara.
Kami punya banyak temuan lebih maju setelah memeriksa beberapa saksi, kata Direktur Penyidikan Kejagung M. Salim di Gedung Bundar, Kejagung, kemarin.
Sebelumnya, Salim mengatakan, penyidik menemukan kesalahan prosedur dan pertanggungjawaban atas langkah BPPC memfasilitasi transaksi cengkih dari petani ke sejumlah pabrik rokok. Dari kesalahan prosedur tersebut, potensi kerugian negara mencapai Rp 1,7 triliun. Petani juga ikut dirugikan, karena BPPC hanya menggunakan 30 persen fasilitas KLBI untuk membeli cengkih.
Untuk menajamkan temuan, tim penyidik kembali memeriksa dua saksi dalam kasus BPPC, kemarin. Mereka adalah mantan Dirut Bank Bumi Daya (BBD) H Surasa dan Julik Satria Imanuel Menajang, mantan staf tata usaha bagian kredit BBD. Keduanya diperiksa sebagai saksi atas dugaan penyalahgunaan fasilitas KLBI oleh pengurus BPPC, kata Kapuspenkum Salman Maryadi kemarin.
Baik Surasa maupun Julik diperiksa oleh tim penyidik yang diketuai Slamet Wahyudi. Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos, Surasa maupun Julik diperiksa seputar kebijakan BBD mengucurkan KLBI Rp 175 miliar ke BPPC yang belakangan menimbulkan tunggakan kewajiban. Padahal, uang itu mestinya digunakan untuk modal pembelian cengkih sebagai upaya mengendalikan harga dalam tata niaga cengkih.
Selain memeriksa Surasa dan Julik, tim penyidik pernah memeriksa belasan saksi, baik dari mantan pejabat lembaga keuangan (bank), Bank Indonesia (BI), dan jajaran direksi perusahaan pabrik rokok kretek di Pulau Jawa.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Kejagung membuka lagi penyidikan kasus BPPC yang melibatkan Tommy Soeharto. Ini terkait dengan gugatan intervensi pemerintah RI terhadap uang EUR 36 juta (Rp 424 miliar) yang tersimpan di BNP Paribas, Guernsey. Dalam kasus tersebut, BPPC diduga menyalahgunakan uang KLBI Rp 175 miliar.
BPPC merupakan badan yang dibentuk berdasar Keppres 20/1992 jo Inpres 1/1992 oleh mantan Presiden Soeharto. BPPC diberi monopoli penuh untuk membeli dan menjual hasil produksi cengkih dari petani.
Seluruh hasil produksi cengkih petani harus dibeli oleh BPPC dengan harga yang telah ditentukan. Pabrik rokok kretek (PRK) harus membeli cengkih dari BPPC dengan harga yang telah ditentukan juga. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 28 Juni 2007