Kejaksaan Agung Tolak Tawaran Djoko Tjandra
Tawaran Djoko Tjandra yang ingin mengembalikan uang Rp 546 miliar dalam kasus dana cessie (hak tagih) Bank Bali tidak membuat Kejaksaan Agung (Kejagung) tergiur. Dengan alasan untuk kepastian hukum, Kejagung tetap melanjutkan proses peninjauan kembali terhadap bos Hotel Mulia itu.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy menyatakan, Kejagung tetap melanjutkan PK karena uang Rp 546 miliar yang tersimpan di Bank Permata tersebut tidak bisa dieksekusi. ''Ya, kami lanjutkan (proses PK) karena nggak bisa dieksekusi,'' ujarnya setelah mengikuti raker jaksa agung dengan Komisi III DPR di gedung DPR, Senayan, kemarin (8/9).
Dia mengungkapkan, berkas PK sudah dilimpahkan pada 3 September 2008. ''Untuk Djoko Tjandra ke PN Jaksel, sedangkan Sjahril Sabirin ke PN Jakpus,'' jelas mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim itu. PK Djoko dan Sjahril memang sepaket.
Marwan menuturkan, penawaran Djoko Tjandra yang merupakan Dirut PT Era Giat Prima tersebut ternyata hanya berupa dana yang berasal dari cessie pada escrow account di PT Bank Permata Tbk. Menurut Bank Permata, dana tersebut tidak bisa dieksekusi.
Sebelumnya, Djoko Tjandra mengungkapkan rencana pengembalian dana Rp 546 miliar dengan alasan untuk kepentingan bangsa dan negara. Selain itu, dia meminta agar Kejagung tidak menindaklanjuti rencana pengajuan PK.
Dana cessie Bank Bali bermula dari putusan kasasi MA pada Juni 2001 yang memenangkan dan membebaskan Djoko Tjandra dari dakwaan keterlibatan dugaan suap serta korupsi dalam pencairan piutang Bank Bali. Dalam putusan itu, Kejagung diharuskan mengembalikan barang bukti uang Rp 546 miliar kepada Djoko Tjandra dan PT Era Giat Prima. Dana tersebut tersimpan di rekening penampungan Bank Bali yang kemudian dimerger dengan Bank Permata. Kejagung lantas berniat mengajukan PK atas kasus dana cessie itu.
Corporate Secretary PT Bank Permata Tbk Sandy Tjipta Muliana enggan berkomentar terlalu jauh terkait dengan masalah tersebut. Menurut dia, kasus itu sangat kental nuansa politis, sehingga pihaknya memilih menunggu kejelasannya lebih dulu.(fal/eri/nw)
Sumber: Jawa Pos, 9 September 2008