Kejaksaan Ajukan Banding; Putusan Hakim Dinilai Tak Tepat

Kejaksaan Agung resmi menyatakan banding terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan, surat keputusan penghentian penuntutan dengan tersangka Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah tidak sah.

Jaksa beralasan, putusan hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Nugroho Setiadji, tidak tepat. Sebab, Anggodo Widjojo, yang memohon praperadilan atas SKPP itu, tak memiliki kedudukan hukum (legal standing).

Penegasan itu dikatakan Wakil Jaksa Agung Darmono dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy di Kejagung, Jakarta, Rabu (21/4). Pernyataan banding sudah disampaikan Selasa lalu. Kejaksaan kini menyiapkan memori banding.

Darmono juga membantah dugaan, SKPP sengaja diterbitkan agar ada celah untuk kembali memperkarakan dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit dan Chandra.

Bibit dan Chandra disangka melakukan upaya pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polri. Pada 1 Desember 2009, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menerbitkan SKPP atas perkara mereka. Sikap itu menindaklanjuti pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 November 2009 yang menyatakan, solusi yang lebih baik ditempuh dalam penanganan kasus Bibit dan Chandra adalah dengan tidak membawa kasus ini ke pengadilan.

Menurut Marwan, dalam memori banding praperadilan, jaksa akan menegaskan, putusan hakim tunggal PN Jakarta Selatan itu hanya melihat suasana saat ini, bukan saat SKPP diterbitkan. Jaksa menggunakan alasan yuridis dan sosiologis, sebaliknya hakim melihat secara parsial.

Anggodo, kata Marwan, juga tak memiliki legal standing untuk memohon praperadilan karena tidak ada kaitan dengan perkara. ”Kalau Anggoro Widjojo (kakak Anggodo, tersangka korupsi proyek sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan) dan Antasari Azhar (mantan Ketua KPK) memiliki legal standing untuk memohon praperadilan,” kata Marwan.

Marwan menambahkan, jaksa memilih menerbitkan SKPP karena alasannya amat situasional. Jika mengesampingkan perkara atau deponeering, prosesnya tidak mudah karena harus memperoleh saran atau pendapat dari badan kekuasaan negara.

Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, Rabu di Jakarta, menyatakan, Satgas tidak akan buru-buru menyimpulkan adanya praktik mafia hukum dalam putusan PN Jakarta Selatan terkait permohonan praperadilan dari Anggodo. Namun, putusan itu akan membebani KPK yang kini menangani banyak kasus besar. (idr/why/aik)
Sumber: Kompas, 22 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan