Kejaksaan Bandung Bentuk Tim Klarifikasi [18/06/04]
Kejaksaan Negeri Bandung membentuk tim klarifikasi untuk mengumpulkan data-data berkaitan dengan dugaan adanya korupsi di DPRD Kota Bandung. Tim ini dibentuk berkaitan dengan temuan yang dilansir Bandung Institute of Governance Studies (BIGS). Beranggotakan delapan orang, tim ini dipimpin Kepala Seksi Intel Kejaksaan setempat. Mereka akan mulai bekerja hari ini, Jumat (18/6).
Besok (Jumat) tim mulai membicarakan program dan mengkaji laporan yang masuk. Tapi, secara efektif, tim baru bekerja mulai Senin (21/6). Tim antara lain akan mengumpulkan bahan atau data yang terkait dengan dugaan korupsi tersebut, kata Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Bandung Jaya Kesuma saat dihubungi Tempo News Room kemarin.
Sebelumnya, Bandung Institute of Governance Studies (BIGS), LSM di Bandung, mengungkap temuan penelitian mereka atas APBD Kota Bandung 1997-2002. Dalam penelitian berjudul Belanja-belanja Dewan: Studi Dokumen Anggaran Belanja DPRD Kota Bandung 1997-2002 itu, lembaga tersebut menemukan indikasi kuat terjadinya korupsi pada tahun anggaran 2001 dan 2002.
Perinciannya, pada tahun anggaran 2001 tercantum biaya operasional Rp 2,6 miliar. Pada tahun berikutnya, untuk komponen yang sama dikeluarkan uang Rp 2,94 miliar. Selanjutnya, ada lagi dana Rp 2,95 miliar untuk Biaya Observasi dan Penyuluhan. Seluruh dana itu diberikan kepada setiap anggota Dewan sebesar Rp 15 juta per triwulan.
Menurut BIGS, kedua komponen itu tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD, dan Keputusan DPRD Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD Kota Bandung. Direktur BIGS Dedi Haryadi berharap aparat kejaksaan bisa menindaklanjuti temuan ini. Saya melihat ada pintu yang bisa dimasuki saat melihat (Kejaksaan Negeri) Padang, Cianjur, dan Garut bisa mengusut kasus seperti ini dan membawanya ke pengadilan, katanya.
Di tempat terpisah, sejumlah pimpinan dan anggota DPRD Kota Bandung membantah telah melakukan penyalahgunaan anggaran, seperti diungkap BIGS. Ketua DPRD Kota Bandung Isa Subagja, didampingi Wakil Ketua DPRD Enco Warso dan Ujang Sahrudin, menyebut anggaran belanja DPRD Kota Bandung tidak hanya mengacu pada PP 110 Tahun 2000. Kami juga mengacu pada perundangan lain, antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kata Isa.
Mereka juga mengacu pada SK Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor 903/2735/SJ tanggal 17 November 2000 tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001. Dalam surat itu tercantum Biaya Observasi dan Penyuluhan Sosial di Pasal 1083 dan Biaya Operasional di Pasal 1084.
Bantahan senada diungkap anggota Panitia Anggaran DPRD Kota Bandung, Emi Klanawidjaja. Ia menyatakan, setiap menyusun anggaran, pihaknya selalu mempertimbangkan dasar hukum yang jelas. Sekarang ada orang yang menganggap PP 110 sebagai satu-satunya acuan. Padahal, dia tidak melihat acuan yang lain, yaitu SK Mendagri itu, ujar Emi.
Selain adanya payung hukum yang melandasi pengeluaran dana, Husni Muttaqin, anggota Komisi A DPRD Kota Bandung, mengaku menerima uang itu setelah berkonsultasi dengan partainya. Akhirnya, disepakati dana sebesar Rp 5 juta sebulan itu dialokasikan 40 persen untuk Partai Keadilan, 30 persen untuk berbagai kegiatan sosial melalui partai, dan 30 persen untuk operasional pribadi, misalnya ada pihak-pihak yang datang padanya untuk mengajukan proposal. Tak ada tambahan penghasilan dari dana itu, katanya sembari menyatakan siap mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang diterimanya.
Masih berkait dengan dugaan korupsi yang dilakukan anggota Dewan, Ketua Kejaksaan Negeri Garut Darwis Wienardi menegaskan, pihaknya akan meneruskan pemeriksaan terhadap anggota DPRD Garut. Tentang adanya pengembalian dana oleh anggota dan pimpinan DPRD Garut sebesar Rp 2,5 miliar ke Kepala Kantor Bendahara Umum Daerah Garut pada 14 Juni, hal itu bisa saja menjadi pertimbangan yang meringankan dalam persidangan nanti. rana akbari/dwi wiyana
Sumber: Koran Tempo, 18 Juni 2004