Kejaksaan Geledah Kantor Pusat PT Pos

"Kalau tidak kooperatif, langsung kami panggil paksa."

Kejaksaan Agung kemarin menggeledah kantor pusat PT Pos Indonesia di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Penggeledahan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengiriman tagihan rekening telepon sebuah operator telepon seluler. "Kami geledah untuk mencari barang bukti," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy di Kejaksaan Agung.

Marwan mengatakan barang bukti yang dicari salah satunya kuitansi. Dia menjelaskan, tim jaksa yang diturunkan terdiri atas lima orang yang tergabung dalam satuan khusus penanganan korupsi. Namun, "Saya belum tahu apa hasil penggeledahan," ujarnya.

Kejaksaan telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini. Tapi hingga saat ini para tersangka belum diperiksa, alasannya sibuk menyalurkan bantuan langsung tunai. Marwan menegaskan, jika mereka mengelak terus dengan alasan tersebut, kejaksaan akan memanggil paksa. "Kalau tidak kooperatif, langsung kami panggil paksa," katanya.

Delapan tersangka itu adalah Kepala Kantor Pos Wilayah IV Jakarta dengan inisial HS, mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat (HO), Kepala Kantor Pos Jakarta Mampang II (RAP), mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat (HC), mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Barat (BAM), Kepala Kantor Pos Pondok Gede (MTF), Kepala Kantor Pos Jakarta Selatan (YTH), dan Kepala Kantor Pos Jakarta Barat (ER).

Mereka diduga melakukan korupsi dalam pengiriman tagihan telepon seluler serta pelaksanaan kiriman perlakuan khusus bagi kiriman berskala besar dengan komisi 5 sampai 6 persen. Padahal, menurut Surat Edaran Direktur Operasional PT Pos Indonesia Nomor 41/DIROP/03 tanggal 20 Maret 2003, insentif untuk kiriman bisnis komunikasi dan perlakuan khusus hanya 3 sampai 4 persen.

Menurut Marwan, mereka juga diduga membuat kuitansi fiktif seolah-olah telah diterima pelanggan, padahal sesungguhnya yang menerima adalah pegawai kantor pos sendiri.

Sebelumnya, kejaksaan menahan mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Taman Fatahillah, Fahrurrozi, pada 21 Mei 2008. Enam hari sebelumnya, kejaksaan juga menahan dua rekan Fahrurrozi. Mereka adalah Elvi Sahri (pengawas pemasaran periode 2004-2005) dan Widianto (pengawas pemasaran periode 2005-2007).

Marwan menjelaskan, modus yang digunakan para tersangka sama. "Kerugian negara mencapai Rp 40 miliar (delapan tersangka) dan Rp 15 miliar (Fahrurrozi)," ujarnya. RINI KUSTIANI

Sumber: Koran Tempo, 18 Juli 2008 

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan