Kejaksaan Periksa Tiga Pejabat Banten [19/08/04]
Kejaksaan Tinggi Banten memeriksa tiga orang pejabat pemerintah provinsi setempat dalam pengusutan kasus dugaan korupsi dana perumahan DPRD provinsi ini senilai Rp 10,5 miliar. Mereka yang diperiksa adalah Kepala Biro Keuangan Herry Suheri, Kepala Badan Perencanaan Daerah Syahrul Ibrahim, dan Sekretaris DPRD Banten Tardian.
Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Farhan Sayoto mengatakan, ketiga pejabat itu hanya dimintai keterangan. Pemeriksaan pejabat itu dilakukan karena kami ingin menggali informasi mengenai proses pengeluaran dana perumahan untuk DPRD Banten, kata dia di Serang, Rabu (18/8).
Tardian yang ditemui di sela-sela pemeriksaan mengatakan, dirinya sudah memberikan beberapa penjelasan atas 20 pertanyaan yang diajukan oleh tim penyidik. Masih ada beberapa pertanyaan lagi yang mesti saya jawab. Ia tidak bersedia menjelaskan apa saja yang menjadi bahan pertanyaan tim penyelidik kejaksaan. Yang saya jawab apa yang saya tahu, ujarnya singkat.
Berkaitan dengan pemeriksaan ini, Sekretaris Daerah Banten Chaeron Muchsin mengatakan, pihaknya sudah menunjuk Biro Hukum Pemerintah Provinsi Banten mendampingi setiap pejabat yang dimintai keterangan oleh kejaksaan.
Kasus dugaan korupsi ini mengemuka setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi dana fasilitas rumah dinas DPRD Provinsi Banten Rp 10,5 miliar. Dalam suratnya pada 27 Juli 2004, KPK minta Kejaksaan Agung beserta jajarannya ke bawah, termasuk Kejaksaan Tinggi Banten, memeriksa dan menyelidiki laporan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2003. Dalam APBD itu terdapat uang kompensasi rumah dinas Rp 10,5 miliar untuk 75 anggota Dewan atau Rp 130 juta per anggota.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi pemuda, dan mahasiswa Banten mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta beberapa pekan lalu. Mereka mengadukan dugaan korupsi DPRD Banten karena aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda Banten dan Kejaksaan Tinggi Banten, dinilai lambat dan mendiamkan kasus itu. Padahal, mereka telah mendesak kedua instansi itu beberapa kali melalui surat pengaduan dan aksi demo. faidil akbar
Sumber: Koran Tempo, 19 Agustus 2004